Friday, May 27, 2005

Ramayana

Sepulang dari menghadiri resepsi di Solo, kami menyempatkan diri untuk melihat sendratari Ramayana di Prambanan. Harga tiket mulai dari 30.000 ribu sampai dengan 150.000 ribu per malam. Selain itu juga disediakan tiket terusan untuk empat malam pertunjukan dengan harga yang lebih murah.

Pertunjukan sendratari ini dibagi menjadi empat episode yaitu :
1. Hilangnya Dewi Shinta
2. Hanuman Sang Duta
3. Gugurnya Sang Patriot (Kumbokarno)
4. Api Suci Dewi Shinta

Waktu kami menonton tanggal 21 Mei 2005 merupakan malam pertujukkan ke dua dengan episode Hanuman Sang Duta. Sayang bulan purnama sempurna baru akan terjadi hari Senin tanggal 23 Mei 2005. Pertunjukkan mulai jam 19.30 sampai jam 21.30 waktu kami masuk ke tempat pertunjukkan ternyata penonton sudah ramai. Bangku yang disediakan untuk harga Rp 30.000 juga sudah terisi penuh, kamipun dipersilahkan duduk di bangku untuk penonton yang membayar Rp 75.000. Padahal jam baru menunjukkan pukul 19.00 ternyata banyak juga penontonnya.

Pukul 19.30 tepat pertunjukkan dimulai, serombongan sinden melakukan prosesi memasuki ruangan dengan membawa kemenyan dan diiringi pasukan. Selesai prosesi ini dimulailah Ramayana Ballet.

Tanpa melihat tariannyapun kita sudah terhibur dengan pemandangan yang ada. Latar belakang Candi Prambanan yang disorot lampu, bulan yang hampir purnama sempurna, tempat duduk dari batu kali, semilir angin dan iringan gamelan.

Waktu saya SD, saya lebih suka Mahabarata daripada Ramayana dari komik yang saya baca maupun wayang kulit dan wayang orang yang akan ditonton pilihan pertama pasti jatuh ke Mahabarata. Alasannya sederhana saja perangnya lebih banyak di Mahabarata dibandingkan Ramayana. Baratayudha di Padang Kurusetra merupakan rangkaian cerita yang lebih seru ketimbang Perang antara Rahwana dan Rama.

Waktu Kelas 1 SMA dalam perjalanan menuju ke Puncak Gunung Semeru setelah melewati Ranu Kumbolo menuju ke Kali Mati kita akan melewati padang rumput yang luas sekali, imajinasi saya langsung terhubung dengan Padang Kurusetra. Padang Rumput ini memang luas sekali. Puncak Gunung Semeru baru bisa kita lihat setelah melewati bukit di kejauhan. Layak kalau menjadi lokasi Baratayudha.

Image hosted by Photobucket.com

Kembali lagi ke Sendratari Ramayana, setiap awal babak selalu dimulai dengan tampilnya serombongan penari, tak heran kalau dibilang ada 200 penari yang ikut dalam sendratari ini. Jangan takut untuk yang tidak bisa bahasa Jawa karena memang tidak ada dialog. Kita cukup membaca brochure yang ada di pintu masuk. Sayangnya pembuatan brochure ini masih nampak asal-asalan. Banyak ditemukan kesalahan pengetikan atau penulisan nama. Sayang ya, padahal gampangkan mengkoreksinya. Di dalam brochure itu ada ringkasan cerita untuk empat episode yang ada sehingga kita bisa membayangkan sendiri bagaimana episode sebelumnya ataupun episode sesudahnya.

Scene yang paling bagus adalah saat Hanuman membakar Alengka. Obor ditangan Hanuman membakar dua buah gubuk di atas panggung dengan latar belakang Candi Prambanan.

Image hosted by Photobucket.com
Foto oleh : Wahyu Wening

Lampu sorot ke arah Candi Prambanan akan dimatikan sekitar 10 menit setelah pertunjukkan usai makanya kita harus segera berfoto kalau ingin mendapatkan latar belakang Candi Prambanan. Lima menit waktu diberikan untuk berfoto dengan para tokoh utama. Bukan Rama ataupun Shinta yang paling lama berada di panggung untuk diminta foto bersama tetapi Sang Raksasa Rahwana. He…he…he…

Thursday, May 26, 2005

Enak nih

Ketika gua datang ke daerah baru ketertarikan gua adalah mencoba makanan baru dan buah-buahan lokal yang baru pertama gua lihat. Kadang ketemu sesuai dengan selera kita tapi sering juga sama sekali nggak bisa masuk ke perut.

Ada dua macam makanan yang enak menurut gua di Bangkok pertama adalah oseng-oseng telur dadar dengan kerang dan campuran sayuran yang kedua kaya model babi kecap tapi kering. Keduanya bisa disajikan dengan nasi. Nyam....nyam deh....

Kalo liat foto di bawah ini memang kelihatan nggak menarik, tetapi begitu lidah lu tersentuh oleh potongan daging dengan sausnya, gua jamin pasti langsung klepek...kelpek....klepek.... (ini buat yang makan babi lho)

Image hosted by Photobucket.com

Nama kedua makanan ini gua lupa nanya, tapi keliatan kok dari bentuknya jadi nggak mungkin lu salah pilih. Yang satu berupa tumpukan daging di atas semacam dandang yang lainnya pake wajan datar kaya buat goreng martabak tapi lebih gede.


Image hosted by Photobucket.com

Apa kita coba buka cabang di sini aja ya ?

Tuesday, May 24, 2005

Sate Jamu

Hari Kamis malam minggu lalu kami berangkat ke Solo untuk menghadiri resepsi pernikahan teman kami. Perjalanan dari Jakarta tidak banyak mengalami hambatan. Jalur yang dipilih memang agak kosong apalagi kami berangkat dari Jakarta jam 23.00. Rute yang kami lewati Cikampek – Sadang – Subang – Kadipaten – Cirebon – Tegal – Kendal - Semarang – Bawen – Boyolali dan Solo.

Jam 12.00 kami sampai di Solo dan langsung menuju ke Hotel Sahid Kusuma Solo tempat kami menginap dan kebetulan juga tempat resepsi nanti malam. Setelah mandi dan beres-beres kami menghantarkan mempelai pria ke salon karena mobil mempelai pria harus kami bawa kembali ke hotel, mempelai pria dari salon akan menggunakan mobil pengantin.

Jam menunjukkan pukul 15.00 makanan terakhir yang masuk waktu sarapan di Kendal jam 07.00. Kebetulan di depan salon tempat teman kami didandani ada kedai sate dan tongseng. Kamipun bergegas menuju ke sana. Jadi kami masuk bukan dari depan kedai itu tapi dari bagian belakang karena paling dekat dengan halaman salon.

Di atas meja tersedia beberapa bungkusan ternyata isinya adalah gorengan jeroan. Saya mengambil satu, teman yang lain mengambil dua, teman lainnya mengambil satu juga tetapi belum sempat masuk ke mulutnya, pelayan warung itu menumpahkan tempat cuci tangan sehingga gorengan yang dipegangnya terlepas dan celananya basah. Muka teman saya yang satu ini langsung “longsor” ditambah dengan langsung ngeloyornya pelayan itu tanpa minta maaf. Teman saya yang lain bertanya ada menu apa saja dan di jawab : sate, tongseng dan rica-rica. Kamipun langsung bersahut-sahutan menyatakan pilihan kami ada yang pilih tongseng ada yang pilih sate. Teman kami yang sama menanyakan daging apa yang digunakan, karena dia punya penyakit asam urat jadi dia harus tahu daging apa yang akan dikonsumsi. Jawaban dari penjaga warung itu di luar dugaan kami semua. “ Daging Anjing “ , seperti tidak percaya apa yang didengarnya dia bertanya lagi dan dia mendapat jawaban yang sama. Muka teman saya yang sebelumnya sudah “longsor” makin “longsor” lagi. Sayapun segera membayar gorengan yang sudah kami buka dan segera keluar dari warung itu.

Di depan warung itu kami baru melihat namanya Waroeng Pemuda,Sate Jamu & Rica-rica "Mbak Dwi". Ada gambar anjing (yang mirip-mirip sama kambing) di tengah-tengah piring dengan sendok dan garpu di sisinya. Huekkkk…. sepotong kecil usus yang baru saja saya telan seperti mau keluar lagi.

Image hosted by Photobucket.com

Foto oleh : Wahyu Wening

Di Solo banyak bertebaran Sate Jamu alias Sate Anjing. Warung yang kami datangi itu sampai kami meninggalkan salon jam 16.20 selalu ramai didatangi pengunjung. Jam makan siang sudah habis sementara jam makan malam belum lagi dimulai tapi tak henti-hentinya tamu yang datang ke warung itu.

Teman saya berujar, liat tuh nggak ada tampang dosa ya mereka…. Teman saya yang satu ini memang pecinta anjing jadi dia agak reaktif melihat banyaknya tamu yang datang.

Setiap mengenang kejadian itu kami tertawa terbahak-bahak, hampir aja masuk jebakan Batman.

Monday, May 23, 2005

Gurah

Hampir dua bulan ini gua bersin-bersin dan pilek. Bersin kalo sekali aja sih enak tapi kalo satu waktu bisa serentetan jadi capek sendiri. Yang lebih nyebelin adalah indra penciuman jadi mati. Hasilnya masakan mau seenak apapun kalo nggak pake indra penciuman jadinya ya hambar juga. Ini yang paling nggak enak.

Karena nggak sembuh-sembuh gua akhirnya ke dokter specialist THT. Dokternya bilang gua mesti pantang minum dingin, berenang (nggak papa juga orang gua nggak bisa berenang) dan ngerokok. Habis konsultasi dan ke apotik beli obat yang mahal, gua juga mesti di rontgen. Hasil fotonya kebetulan diambilin sama adik gua yang dokter juga. Kata dia waktu ngeliat hasil foto rontgen itu ada infeksi di sinus tapi nggak jelas keliatan soalnya fotonya gelap. Gua harus balik lagi ke dokter specialist THT buat ngasih surat yang ada bersama hasil rontgen itu. Mudah-mudahan sih nggak parah dan bisa sembuh segera.

Kira-kira tahun 1993 gua pernah Gurah di Imogiri, dulu Gurah belum ngetop. Hanya ada 2 tempat Gurah di Imogiri waktu itu (sebenarnya bukan di Imogiri sih tapi tempat di deket situ). Tempat itu ada di puncak bukit dan nggak bisa naik mobil jadi gua mesti naik motor terus parkir di bawah dan ke rumahnya jalan kaki.

Di dalam rumah itu ada dipan yang ada bantal diujungnya nah di bawah dipan itu ada besek (kardus dari bambu) yang berisi pasir. Lupa gua siapa namanya ahli pengobatan itu yang pasti dia merapalkan sesuatu sebelum menuangkan cairan di kedua hidung gua. Cairannya sengak banget otomatis lendir segera keluar dari hidung dan mulut. Langsung gua tiduran dengan kepala menghadap besek itu. Cairan lendir itu segera ngucur ke dalam besek dan diserap oleh pasir. Sampe muntah-muntah dan cairan perut yang warnanya kuning yang keluar karena isi perut sudah habis. Tersiksa banget apalagi mata terus berair karena gua muntah-muntah juga. Penderitaan ini berakhir setelah satu jam proses berlangsung. Selama proses keluarnya lender itu ada pantangannya yaitu jangan cairan yang keluar itu diputus baik dengan tangan maupun dilap. Pokoknya dibiarin aja keluar sendiri tuh cairan.

Setelah proses gurah ini selesai juga nggak langsung lega karena mata bengkak karena air mata yang terus keluar selama satu jam, perut kosong karena isi keluar semua hidung dan tenggorokan sakit karena seluruh lendir dipaksa keluar. Pokoknya menderita.

Dampak secara medis gua nggak tahu soalnya gua nggak bikin rontgen sebelum dan sesuah gurah jadi nggak bisa dibandingin apakah cairan di tengkorak gua berkurang atau sama aja. Gurah di claim banyak dilakukan para oartor dan penyanyi biar suaranya bagus ya selain itu juga buat yang sinus kaya gua. Penderitaan itu berlangsung untuk kedua kalinya karena baberapa tahun kemudian gua balik lagi buat gurah di tempat itu. Mungkin gua akan kembali lagi ke sana atau pake metode obat-obatan aja kalo perlu operasi. Biar bisa segera menikmati harumnya nasi yang baru tanak.

Tuesday, May 10, 2005

Prinsip Air

Motor kalo di Jakarta ibaratnya seperti air, selalu mengisi celah-celah yang kosong dan berusaha mencapai yang terdepan. Bagaimanapun caranya akan ditempuh tak perduli ada halangan pasti diterjang, mau trotoar untuk pejalan kaki, mau jalur dari arah yang berlawanan mau traffic light dan batas berhenti. Semua diterjang.

Friday, May 06, 2005

Mari membuat tattoo

Demi mendapatkan tattoo Dayak Iban yang orisinil kami harus pergi ke Desa Sadap, Desa Dayak Iban yang merupakan pintu masuk ke Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun.

Perjalanan menuju ke Desa Sadap bukan merupakan perjalanan yang mudah. Kami memilih rute melewati Serawak. Alternatif lain menuju ke Desa Sadap adalah melalui Putussibau.

Dari Pontianak kami naik bis menuju ke Kuching dari Kuching kami lanjutkan perjalanan menuju ke Lubok Antu (Kota perbatasan antara Sarawak dengan Kalimantan Barat), di tempat ini tidak ada pos pemeriksaan imigrasi sehingga cap di passport kami ketika keluar Indonesia di Entikong tidak dicap masuk kembali ke Indonesia.

Setelah delapan jam meninggalkan Lubok Antu sampailah kami di Desa Sadap. Desa ini terletak di sisi Sungai Embaloh. Desa Dayak Iban ini terdiri dari sebuah rumah panjang yang mulai dibagun tahun 1986 dan selesai tahun 1989.

Peralatan untuk men-tattoo sudah kami siapkan sejak dari Jakarta. Metode pen-tattoo-an Dayak Iban menggunakan jarum jahit yang diikat menjadi satu diujung sebilah kayu.

Tahap awal membuat tattoo ini dengan membuat pola di kertas yang kemudian dijiplak di bagian tubuh yang akan di tattoo. Setelah pola terbentuk maka dibuat outline dengan menggunakan enam buah jarum jahit yang digabungkan menjadi satu. Sebelum proses pentattooan ini dimulai orang yang akan mentattoo dan orang yang ditattoo harus saling menuangkan garam ke telapak tangan, garam tersebut harus langsung dimakan.

Pembuatan garis luar (outline) tattoo membutuhkan enam jarum jahit sedangkan untuk mengisi warnanya dibutuhkan dua belas jarum jahit yang digabungkan menjadi satu. Proses pembuatan outline ini membutuhkan ketelitian tinggi karena jika keluar dari pola akan merusak bentuk tattoo.

Tinta yang digunakan hanya satu warna saja yaitu hitam. Tinta ini dibuat dari jelaga lampu minyak yang dicampur dengan air gula. Setelah jelaga lampu minyak dicampur dengan air gula kemudian dihaluskan agar butiran gula menyatu dengan jelaga. Tinta yang telah kental itu kemudian disimpan dalam lipatan kertas dan biasanya diletakkan di bawah tempat tidur untuk makin menghaluskan campuran. Proses pembuatan tinta agar dapat matang membuthkan waktu minimal dua hari. Kami membuat tinta itu dari Jakarta.

Image hosted by Photobucket.com

Bentuk alat pentattoo ini seperti martil hanya bedanya dengan kepala jarum jahit. Enam buah jarum jahit yang diikat menjadi satu dicelupkan ke dalam tinta dan kemudian mulailah ribuan tusukan jarum ke dalam daging. Pangkal alat pentattoo dipukul dengan kayu berulang-ulang, sekali pukulan akan membuat jarum menusuk daging dan menamankan tinta di kulit. Ritme pukulan kayu kealat pentattoo menjadi irama tersendiri setiap pukulan akan meninggalkan rasa sakit yang awalnya sangat dan lama kelamaan hilang karena kita menjadi kebal.

Darah yang keluar dan kotoran dari tinta yang tercecer harus sering dibersihkan agar pola yang telah digambar jelas. Pembuatan outline tattoo makan waktu sekitar satu jam. Setelah outline selesai maka dimulailan pengisian pola dengan tinta. Jarum diganti dengan dua belas jarum baru. Cara yang sama digunakan untuk menamamkan tinta di kulit. Jarun yang lebih banyak membuat warna yang tertanam makin lebar. Sistim blok warna untuk pengisian tattoo ini makan waktu hampir dua jam.

Pembuatan tattoo selesai dan bagian terakhir adalah pelumuran tattoo dengan garam. Hal ini bertujuan agar luka tattoo bisa cepat kering.

Motif asli dayak Iban adalah tattoo bunga Terong atau dikenal dengan nama Terung.
Letak tattoo ini harus sepasang di pundak bagian depan bagian kiri dan kanan. Sepasang tattoo Terung membutuhkan waktu pengerjaan sekitar empat sampai lima jam.

Setelah selesai membuat tattoo esoknya kami pergi ke Hulu Sungai Tekelan yang dapat dicapai waktu tiga jam naik perahu dari Pos Taman Nasional Betung Kerihun.

Sungai Embaloh terlihat keruh dengan arus deras. Kondisi sungai yang banjir kami temui sejak kami sampai di Desa Sadap sampai hari kedua kami tinggal. Dalam perjalanan menuju Hulu Sungai Tekelan kami memasang jaring di muara sungai Angai dan Santui dengan harapan ketika kami kembali nanti dapat membawa pulang ikan.

Long boat kami tampak kepayahan melawan arus sungai Embaloh yang sedang bajir. Beberapa jeram sungai dapat kami naiki sampai akhirnya kami menyerah setelah dua jam perjalanan. Suara raungan mesin berkekuatan 15 pk tak sanggup mengalahkan tingginya jeram di hadapan kami. Long boat kami tidak dapat menaiki jeram yang ada di hadapan kami.Sementara untuk berjalan menyusuri sungai juga tidak mungkin karena di sisi kami tebing menjulang tinggi.

Esok harinya banjir di sungai Embaloh surut. Air sungai berubah warna menjadi hijau. Pantai batu-batuan yang teletak di depan Pos Taman Nasional yang dua hari sebelumya tertutup air kini menjadi tempat yang nyaman untuk mandi dan menjemur pakaian.

Kami menemukan sepucuk surga.


Cerai berai catatan perjalanan yang dicoba dirangkai kembali
23 Desember 2001 - 9 Januari 2002

Wednesday, May 04, 2005

Dispensasi apa Arogan ?

Jalan Tol dalam kota, jalur paling kiri sekarang dijaga Polisi tiap 200 meter ada satu polisi yang berjaga dan diberi tanda lalu lintas (yang bentuknya kaya topi Gendalf) apa ya itu namanya ? Mobil-mobil jadi nggak bisa lewat di jalur paling kiri (jalur darurat) karena takut polisinya bukan karena kesadaran. Tapi memang jadi lebih lancar.

Gua masuk pintu tol Cawang dan keluar di Slipi. Ini juga gara-gara peraturan 3 in 1 yang nggak jelas itu kalo berangkat dari rumah bawa mobil harus masuk tol jadinya. Gua nggak terlalu sering bawa mobil kalo kerja, lima hari kerja paling satu hari atau paling banyak dua hari doang gua bawa mobil, sisanya naik motor.

Tadi pagi gua baru tahu alasan lain adanya peraturan itu. Waktu lagi ngantri bayar tol Cawang, antrian mobil di stop dan dua Teranno hitam dengan sirene di atasnya langsung masuk tol dan mengambil sisi paling kiri jalan tol. Oh.... buat mereka ternyata ya. Karena pembatas itu ditaruh agak mepet sama pagar jalan tol akibatnya ada beberapa pembatas yang beterbangan ditabrak sama Teranno itu, tugasnya Pak Polisi yang mberesin lagi.

Mungkin itu juga termasuk dalam undang-undang lalu lintas yang membolehkan VIP dan para penggawalnya untuk menggunakan jalan demi keselamatan VIP. Wapres terdahulu pernah dibawa pengawalnya masuk jalur bus way dan nggak lama jadi berita di media. Besoknya tuh rombongan katanya waktu ada lampu merah berhenti lho, nggak mau jalan. Ngikutin peraturan lalu lintas. He...he....he.... ngambek ya ?

Beberapa hari yang lalu di koran juga ada Rombongan Motor Besar yang lewat jalur bus way, nggak jadi polemik sih cuman surat pembaca aja. Gua juga mau tuh kalo ke Kota macet, ngantri jalur biasa motor gua masuk jalur bus way.

Tuesday, May 03, 2005

Intimidasi

Kalo gua lagi naik motor dan di belakang gua ada motor dua tak, gua ngerasa terintimidasi karena suara tuh motor yang meraung-maung kaya minta dibukain jalan.

Jalan di depan lagi macet dan emang nggak bisa jalan lebih kenceng lagi, tapi ya itu..... suaranya.