Friday, May 06, 2005

Mari membuat tattoo

Demi mendapatkan tattoo Dayak Iban yang orisinil kami harus pergi ke Desa Sadap, Desa Dayak Iban yang merupakan pintu masuk ke Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun.

Perjalanan menuju ke Desa Sadap bukan merupakan perjalanan yang mudah. Kami memilih rute melewati Serawak. Alternatif lain menuju ke Desa Sadap adalah melalui Putussibau.

Dari Pontianak kami naik bis menuju ke Kuching dari Kuching kami lanjutkan perjalanan menuju ke Lubok Antu (Kota perbatasan antara Sarawak dengan Kalimantan Barat), di tempat ini tidak ada pos pemeriksaan imigrasi sehingga cap di passport kami ketika keluar Indonesia di Entikong tidak dicap masuk kembali ke Indonesia.

Setelah delapan jam meninggalkan Lubok Antu sampailah kami di Desa Sadap. Desa ini terletak di sisi Sungai Embaloh. Desa Dayak Iban ini terdiri dari sebuah rumah panjang yang mulai dibagun tahun 1986 dan selesai tahun 1989.

Peralatan untuk men-tattoo sudah kami siapkan sejak dari Jakarta. Metode pen-tattoo-an Dayak Iban menggunakan jarum jahit yang diikat menjadi satu diujung sebilah kayu.

Tahap awal membuat tattoo ini dengan membuat pola di kertas yang kemudian dijiplak di bagian tubuh yang akan di tattoo. Setelah pola terbentuk maka dibuat outline dengan menggunakan enam buah jarum jahit yang digabungkan menjadi satu. Sebelum proses pentattooan ini dimulai orang yang akan mentattoo dan orang yang ditattoo harus saling menuangkan garam ke telapak tangan, garam tersebut harus langsung dimakan.

Pembuatan garis luar (outline) tattoo membutuhkan enam jarum jahit sedangkan untuk mengisi warnanya dibutuhkan dua belas jarum jahit yang digabungkan menjadi satu. Proses pembuatan outline ini membutuhkan ketelitian tinggi karena jika keluar dari pola akan merusak bentuk tattoo.

Tinta yang digunakan hanya satu warna saja yaitu hitam. Tinta ini dibuat dari jelaga lampu minyak yang dicampur dengan air gula. Setelah jelaga lampu minyak dicampur dengan air gula kemudian dihaluskan agar butiran gula menyatu dengan jelaga. Tinta yang telah kental itu kemudian disimpan dalam lipatan kertas dan biasanya diletakkan di bawah tempat tidur untuk makin menghaluskan campuran. Proses pembuatan tinta agar dapat matang membuthkan waktu minimal dua hari. Kami membuat tinta itu dari Jakarta.

Image hosted by Photobucket.com

Bentuk alat pentattoo ini seperti martil hanya bedanya dengan kepala jarum jahit. Enam buah jarum jahit yang diikat menjadi satu dicelupkan ke dalam tinta dan kemudian mulailah ribuan tusukan jarum ke dalam daging. Pangkal alat pentattoo dipukul dengan kayu berulang-ulang, sekali pukulan akan membuat jarum menusuk daging dan menamankan tinta di kulit. Ritme pukulan kayu kealat pentattoo menjadi irama tersendiri setiap pukulan akan meninggalkan rasa sakit yang awalnya sangat dan lama kelamaan hilang karena kita menjadi kebal.

Darah yang keluar dan kotoran dari tinta yang tercecer harus sering dibersihkan agar pola yang telah digambar jelas. Pembuatan outline tattoo makan waktu sekitar satu jam. Setelah outline selesai maka dimulailan pengisian pola dengan tinta. Jarum diganti dengan dua belas jarum baru. Cara yang sama digunakan untuk menamamkan tinta di kulit. Jarun yang lebih banyak membuat warna yang tertanam makin lebar. Sistim blok warna untuk pengisian tattoo ini makan waktu hampir dua jam.

Pembuatan tattoo selesai dan bagian terakhir adalah pelumuran tattoo dengan garam. Hal ini bertujuan agar luka tattoo bisa cepat kering.

Motif asli dayak Iban adalah tattoo bunga Terong atau dikenal dengan nama Terung.
Letak tattoo ini harus sepasang di pundak bagian depan bagian kiri dan kanan. Sepasang tattoo Terung membutuhkan waktu pengerjaan sekitar empat sampai lima jam.

Setelah selesai membuat tattoo esoknya kami pergi ke Hulu Sungai Tekelan yang dapat dicapai waktu tiga jam naik perahu dari Pos Taman Nasional Betung Kerihun.

Sungai Embaloh terlihat keruh dengan arus deras. Kondisi sungai yang banjir kami temui sejak kami sampai di Desa Sadap sampai hari kedua kami tinggal. Dalam perjalanan menuju Hulu Sungai Tekelan kami memasang jaring di muara sungai Angai dan Santui dengan harapan ketika kami kembali nanti dapat membawa pulang ikan.

Long boat kami tampak kepayahan melawan arus sungai Embaloh yang sedang bajir. Beberapa jeram sungai dapat kami naiki sampai akhirnya kami menyerah setelah dua jam perjalanan. Suara raungan mesin berkekuatan 15 pk tak sanggup mengalahkan tingginya jeram di hadapan kami. Long boat kami tidak dapat menaiki jeram yang ada di hadapan kami.Sementara untuk berjalan menyusuri sungai juga tidak mungkin karena di sisi kami tebing menjulang tinggi.

Esok harinya banjir di sungai Embaloh surut. Air sungai berubah warna menjadi hijau. Pantai batu-batuan yang teletak di depan Pos Taman Nasional yang dua hari sebelumya tertutup air kini menjadi tempat yang nyaman untuk mandi dan menjemur pakaian.

Kami menemukan sepucuk surga.


Cerai berai catatan perjalanan yang dicoba dirangkai kembali
23 Desember 2001 - 9 Januari 2002

5 Comments:

At 8:07 AM, Blogger dlumenta said...

he he...setahu gue sakitnya ditato itu malah berawal dari tidak sakit ke sakit banget....bayangkan, saat pengisian warna di atas outline terjadi, 12 jarum itu akan menghantam kulit yang sudah membengkak sebelumnya oleh tato rintisan....aok aok

 
At 9:15 AM, Blogger didit said...

Ya, kalau rasa sakit sih gua percaya sama si borneo addict ini.

Soalnya pada saat yang bersamaan dia di tato di pundak kiri dan pundak kanan. Stereo sakitnya.

 
At 7:36 AM, Anonymous salsa said...

hemmmm....gua dah lama punya tattoo tpi perasaan klo mo buat lagi masih kerasa tuh sakit yg dulu,

 
At 9:21 AM, Blogger didit said...

Segitu sakitnya ya ? Sampai terbayang-bayang selalu.

 
At 7:41 PM, Blogger Unknown said...

Kaya buku aja pake digambar gambar wkwk..

 

Post a Comment

<< Home