Tuesday, July 11, 2006

Depok

Akhirnya kesampaian juga mau sepedaan, kebetulan di kost-an Tegar ada sepeda nganggur. Jadi deh kita muterin UI dan sekitarnya.

Perjalanan kita dimulai dengan menyusuri Margonda untuk masuk UI dari pintu Pondok Cina. Karena belum sarapan, Tegar sarapan dulu di Warung Ani, Kukusan Teknik. Selesai Tegar sarapan kita langsung genjot sepeda menuju rute Hutan UI.

Pertama kali ngenjot sepeda di lintasan bukan jalan aspal, seru juga. Rindangan pohon dengan jalan yang lebarnya hanya 20 – 40 cm, ranting-ranting yang melintang kadang harus dihindari tapi terkadang terpaksa dilindas.
Photobucket - Video and Image Hosting
Rute sepedaan di Hutan UI yang mengasyikkan

Perjalanan dari jalan dekat teknik sampai tembus di danau. Turun dari bukit di samping danau kita menuju ke Hollywood, itu sebutan temen-temen buat tugu batu tulisan Universitas Indonesia. Foto-foto sedikit dan kita lanjut menyusuri danau menuju kea rah asrama. Lumayan menegangkan nih jalannya, meleng dikit bisa nyemplung ke danau, 5 meter di bawah kita. Kalo ada tanjakan tajam beda ama Tegar yang tetep ngenjot gua sih dituntun aja deh.

Istirahat di ujung danau dekat asrama UI, menyejukkan mata ternyata bisa melihat deretan orang yang sedang mancing, pantulan pohon-pohon meranggas di air danau dan pepohonan di kejauhan, pohon-pohon di tempat Hollywood berada.
Photobucket - Video and Image Hosting
UI itu punya banyak danau lho, ini danau yang paling dekat dengan Asrama UI yang sering dipakai untuk lomba perahu Naga.

Kami masih sehat dan nafas belum tersengal, tujuan selanjutnya ke Situ Babakan di daerah Sawangan. Menyusuri jalan di depan Asrama UI kita menuju ke arah Fakultas Teknik untuk menuju ke Kukusan. Iseng mampir ke rumah Lawe dulu, ternyata doi besok mau Umroh dan saat kita dateng sedang mau persiapan tumpengan. Kita santai dan leyeh-leyeh dulu di kamarnya. Minum dan makan cemilan serta membekali majalah-majalah yang apabila tidak diserahkan ke orang lain akan membuat dia merasa tidak total.

Tidak menunggu pemotongan tumpeng kami pamit untuk melanjutkan perjalanan ke Situ Babakan. Rencana kami mau makan siang di warung yang menyuguhkan masakan Betawi. Warung Haji Nasun di Serengseng Sawah, Jagakarsa Rt 11 Rw 8 No. 21

Photobucket - Video and Image Hosting
Tegar dan sepedanya, biar penasaran sepedanya cuman kelihatan stangnya doang.

Perjalanan kali ini terasa panjang dan menyiksa. Walaupun di jalan aspal tetapi tanjakan dan turunan terasa bener. Buat pemula dan orang awan kaya gua ini penderitaan. Betis yang sakit dan nafas yang memburu disertai selalu geser-geser tempat duduk gara-gara jok yang nggak nyaman membuat perjalanan ini penuh perjuangan. (Buset cumen daerah situ aja, kayaknya udah menderita banget, he…he…he…) Sorry ya Gar, jadi nggak kaya CHIPS nih, gak bisa jalan beriringan, soalnya jalannya sempit. He…he…he…padahal karena kehabisan tenaga dan selalu tertinggal jauh dibelakang. Lu mesti maklum dong buat rookies kaya gua dibandingin lu yang udah ngenjot Rangkasbitung ke Jakarta.

Di Situ Babakan kita istirahat sambil mesen kerak telor, karena nggak mau ngerusak semangat makan siang kita minta dibungkus aja. Biasanya ada pementasan lenong kata tukang kerak telor tapi baru main jam 14.00. Keburu laper dan males nunggu kita minta petunjuk ke warung H. Nasun.

Photobucket - Video and Image Hosting
Situ Babakan
Perjalanan mengenjot sepeda dimulai lagi, pantat yang makin sakit, betis yang mulai mengeras dan kaki yang makin tidak menuruti perintah otak untuk terus mengenjot ditambah perut yang sudah lapar membuat perjalanan menuju makan siang ini terasa lama sekali. Satu-satunya harapan adalah sebentar lagi akan mencicipi masakan Betawi yang hampir punah.

Photobucket - Video and Image Hosting
Awas banyak bocah Tong......

Warung H. Nasun ternyata sering gua lewatin dulu kalo mau ke Depok lewat rute Jagakarsa. Warung ini terletak dekat pertigaan antara Jalan Mohammad Kafi 2 yang mengarah ke Stasiun Lenteng Agung dengan jalan Jeruk yang nembus ke Jalan Jagakarsa. Keinginan untuk ke warung ini baru timbul setelah baca majalah Appetite Journey edisi bulan Juni 2006.

Ikan masak Pucung maupun masak Pecak sering gua dengar dari acara tv maupun dari mertua yang asli Betawi. Penasaran nyari karena lokasi yang disebutkan di Majalah Appetite Journey di daerah Sawangan di sekitaran Depok. Begitu masuk warung langsung disambut sama Haji Nasun. Beneran disambut lho, gak basa basi. Nih Haji emang doyan ngobrol.
Tegar segera pesen Gabus Pecak dan gua pesen Gurame Pucung. Sayangnya ikan gabusnya udah habis dan tinggal Gurame semua. Semula gua kira Gurame ini merupakan kompromi dengan konsumen karena Gurame lebih banyak yang minta tetapi setelah ngobrol sama Haji Nasun ternyata bukan itu. Alasan utama adalah sulitnya mencari supply ikan Gabus secara berkelanjutan.

“Sehari abis berapa kilo ikan Be ?”
“Ya kalo dibilang 3 kilo sih abis tapi seringnya sih 40 kilo”
Gitu jawaban Haji Nasun sambil tergelak, dia nggak mau dibilang sombong makanya jawabnya antara 3 kilo sampai 40 kilo.

Photobucket - Video and Image Hosting
Gurame bumbu Pecak

Maksimal masak segitu kalo ada yang mau beli borongan juga dibatesin maksimal 10 kilo. Lebih dari itu dia nggak mau soalnya kasihan buat yang rutin beli, ntar nggak kebagian. Haji Nasun gak mau nambah produksi tetep segitu aja, nggak mau dibilang kemaruk. Warung ini biasanya buka jam 09.30 dan tutup karena abis paling siang jam 14.00.

Photobucket - Video and Image Hosting
Gurame bumbu Pucung

Pesenan gua yaitu Gurame Pucung mirip seperti rawon, bumbunya pake Pucung atau Kluwak yang emang buat rawon. Rasanya pedas merica sepertinya sih emang rada over nih ngasih mericanya. Tegar yang mesen masakan nostalgia, Gurame Pecak, biasanya almarhum ibunya masak Pecak itu dengan Ikan Tawes atau Ikan Gabus dan bukan Gurame. Nggak nyesel kan Gar, nostalgia kuliner walaupun pasti nggak seenak masakan nyokap tentunya.

Photobucket - Video and Image Hosting
Pak Haji Nasun


Friday, July 07, 2006

Gunung Kinabalu

Gunung Kinabalu yang terletak Sabah termasuk dalam salah satu gunung yang mudah didaki. Tiap tahun ribuan orang mendaki gunung ini. Tidak dibutuhkan kemampuan teknis maupun perlengkapan khusus untuk mendaki gunung ini tetapi meskipun demikian pilihan waktu dan kondisi fisik harus dijaga ketika kita hendak mendaki gunung ini karena penyakit ketinggian dapat menghadang.

Pintu masuk Kinabalu Park terletak di Jalan Raya Kota Kinabalu – Sandakan dapat dicapai melalui Kota Kinabalu maupun melalui Sandakan dan Tawau. Kurang lebih 2 jam perjalanan dengan mobil yang menempuh jarak 90 km dari Kota Kinabalu kita akan sampai di Kantor Kinabalu Park.

Mini bus yang melayani rute Kota Kinabalu ke Sandakan beroperasi mulai jam 07.00 sampai jam 15.00.

Kantor Kinabalu Park yang terletak diketinggian 1.563 m dpl memberikan suasana sejuk dan nyaman dengan pelayanan staf Kantor yang baik dan sangat informatif membuat kami merasa sangat terbantu.

Perijinan untuk mendaki dapat dilakukan di Kantor Kinabalu Park. Tamu yang bukan warga Negara Malaysia jika ingin mendaki harus mengeluarkan kocek RM 100 ditambahan Conservation Fees RM 15, Asuransi RM3,5 dan Guide RM 37. Pengurusan akomodasi juga dapat dilakukan di Kantor Kinabalu Park jika kita tidak sempat mengurusnya di Kota Kinabalu.

Photobucket - Video and Image Hosting
View from Kinabalu Park HQ

Kami memilih tinggal di Gunting Lagadan Hut yang terletak di ketinggian 3.323 meter di atas permukaan laut dengan biaya sewa RM 17 per orang per malam. Akomodasi ini akan kami gunakan esok hari ketika kami akan melalukan pendakian ke puncak. Pilihan lain adalah Laban Rata Hut (3.272 m dpl) ataupun Panar Laban Hut (3.314 m dpl) dengan biaya sewa mulai RM 34 hingga RM 230.

Malam ini kami menginap di salah satu pondok di Kinabalu Park yaitu di Medang Hostel dengan kapasitas satu kamar untuk 8 orang kami akan berbegai kamar dengan tamu lainnya.

Pendakian ke Puncak Gunung Kinabalu biasanya memakan waktu 2 hari . Rekor tahun 2001 juara mendaki Gunung Kinabalu dari Timpohon Gate sampai ke Low’s Peak dengan jarak 8,5 km yang mulai dari ketinggian 1.866 m dpl hingga 4.092 m dpl adalah 2 jam 42 menit 35 detik.

Hari pertama pendakian dari Timpohon Gate (1.866 m dpl) menuju ke Gunting Lagadan Hut (3.332 m dpl) Kurang lebih 6 km kami harus berjalan hari ini. Dengan selisih ketinggian 1.466 meter kami perkirakan 5 jam kami akan sampai di tujuan.
Dengan biaya RM 5 kami diantar oleh mobil dari Kantor Kinabalu Park 12 menit kemudian sampailah kami di Timpohon Gate (1.866 m dpl), bisa sih jalan kaki makan waktu sekitar 1 jam kita milih naik mobil dong.

Di Timpohon Gate kami diberi name tag yang harus selalu dipakai selama pendakian serta dilakukan pengecekan surat oleh Petugas Kinabalu Park. Jam 08.15 kami mulai perjalanan dan setelah 25 menit berjalan sampailah kami di Pondok Kandis (1981 m dpl) setelah istirahat kami lanjutkan 17 menit perjalanan ke Pondok Ubah (2081 m dpl) kemudian 31 menit menuju ke Pondok Lowill (2267 m dpl), kami sampai di Pondok Mempening (2515 m dpl) setelah berjalan 45 menit. Tepat jam 12.05 kami sampai di Pondok Layang-layang (2702 m dpl) tempat yang cocok untuk istirahat makan siang.
Sayang cuaca hujan berawan gelap menutup pemandangan.

Setiap pondok yang kami lewati hampir semua menyediakan penampungan air yang dapat diminum serta WC.

Perjalanan makin sulit dengan tanjakan yang curam untuk jarak sejauh 417 meter kami tempuh dalam 1 jam 40 menit sampai di Pondok Villosa. Hantaman hujan dan angin dingin menurunkan stamina kami. Sebaiknya mendaki Gunung Kinabalu pada bulan April sampai Agustus bukan seperti yang kami lakukan pada bulan Desember.

Photobucket - Video and Image Hosting
Menuju ke Pondok Kandis

Shelter berikutnya adalah Pondok Paka Cave (3080 m dpl) yang kami tempuh dalam 25 menit perjalanan. Di tengah siraman hujan lebat jam 15.30 kami sampai di Laban Rata (3272 m dpl). Setelah 7 jam 15 menit kami akhiri perjalanan hari pertama ini di restaurant di Laban Rata, perkiraan kami perjalanan hari ini hanya makan waktu 5 jam agak tepat karena 5 jam perjalanannya tanpa isitrahat.

Makanan dan Minuman serta ruangan hangat menyambut kami, segera kami ganti pakaian dan mengeringkan pakaian kami. Salah satu factor penyebab turunnya semangat kami di perjalanan adalah melihat orang –orang Kadazans (penduduk lokal yang tinggal di sekitar Gunung Kinabalu) membawa barang keperluan restaurant dan hotel dengan berat sekitar 20 – 30 kg. Makanan dan minuman hangat ini dapat dimasak karena tabung gas yang mereka bawa dari bawah.

Photobucket - Video and Image Hosting
Komplek Penginapan di Laban Rata

Setelah badan hangat dan perut kenyang kami menuju tempat kami bermalam yaitu Gunting Lagadan Hut (3323 m dpl) letaknya sekitar 10 menit dari Laban Rata.

Penyakit ketinggian mulai menyerang biasanya ditandai dengan pusing dan mual-mual. Orang yang mempunyai tekanan darah tinggi dan sakit jantung dilarang naik Gunung Kinabalu karena kemungkinan timbulnya penyakit ketinggian ini. Beberapa teman terserang penyakit ini.

Berbeda dengan di Laban Rata yang kamarnya disediakan pemanas di Gunting Lagadan Hut kami hanya disediakan Sleeping Bag sebagai penghangat. Kami tidur dengan kedinginan.

Hari kedua pendakian dari Gunting Lagadan Hut ( 3323 m dpl ) ke Low’s Peak (4095 m dpl) dan langsung turun ke Kantor Kinabalu Park( 1563 m dpl) .

Jam 01.00 dini hari kami bangun untuk menyiapkan makan, restaurant di Laban Rata mulai buka jam 02.00 – 03.00 tapi kami enggan untuk turun ke restaurant. Jam 03.00 dengan kepala pusing dan agak mual kami mulai pendakian.

Perjalanan awal dari belakang Pondok kami melewati undakan yang terbentuk dari akar-akar pohon, setelah berjalan 1 jam sampailah kami di sebuah dinding granit. Untuk sampai di Sayat-sayat Hut (3668 m dpl) kita dibantu dengan tali. 30 menit kemudian sampai kami di Sayat-sayat Hut, shelter terakhir menuju ke puncak. Di tempat ini ada pemeriksaaan id card serta ijin pendakian.

Photobucket - Video and Image Hosting
Sayat-sayat Hut

Mulai dari Sayat-sayat Hut sampai ke Low’s Peak (4095 m dpl) merupakan hard granite massif. Gunung Kinabalu sendiri adalah gunung muda yang masih bertumbuh rata-rata 5 mm setahun. Menuju ke puncak kami makin sering beristirahat karena udara makin tipis dan kami harus menunggu fix rope dari orang lain agar dapat kami gunakan.

Hujan yang menguyur membuat sepatu trekking kami tak dapat mencengkeram granit sehingga kadang seling terpelset mungkin lebih baik menggunakan sepatu dengan sol karet.

Puncak Low’s dinamai dari Sir Hugh Low yang tercatat sebagai orang pertama yang mendaki Gunung Kinabalu pada tahun 1851.

Kabut tebal dan hujan disertai angin membuat kami tidak dapat melihat panorama. Sangat menyebalkan itulah sebabnya jika kita mendaki di musim hujan. Karena tidak dapat melihat pemandangan kami putuskan untuk turun saja jam 06.30 kami mulai perjalanan turun karena antri untuk menggunakan tali kami baru sampai di Gunting Lagadan jam 10.30.

Selama perjalanan turunkami masih diiringi oleh hujan jam 16.00 akhirnya kami sampai juga di Medang Hostel di Kinabalu Park tempat kami beristirahat sebelum kembali ke Kota Kinabalu esok hari.

Cerita perjalanan ini dilakukan pada tanggal 3 Januari 200 2- 6 Januari 2002 bersama : Boting, Dave, Dwi, Iyo dan Iwan

Tuesday, July 04, 2006

Cibeureum

Perjalanan Sabtu kemarin membawa kami ke Cibodas, pintu masuk ke Gunung Gede dan Gunung Pangrango. Tapi kami tidak hendak mendaki gunung, kami menuju ke air terjun Cibeureum. Kami hendak makan siang di air terjun dengan bekal makanan yang kami beli di bawah.

Photobucket - Video and Image Hosting
Penunjuk jarak dan waktu tempuh, jangan terintimidasi santai aja jalannya nggak perlu ngejar waktu.

Jam 10.30 kami mulai jalan setelah parkir mobil di Cibodas, setelah melewati pos informasi jam 11.00 kami sampai di shelter pertama di kiri jalan.

Photobucket - Video and Image Hosting
Shelter pertama

Dua puluh menit perjalanan dari pos pertama kami sampai di Telaga Biru, tidak jauh dari Telaga Biru kami sampai di jalan jembatan kayu. Sekitar 15 menit kami lewat jembatan kayu yang panjangnya sekitar 600 meter itu. Maklum foto-foto jadi agak lama kami di situ. Jalannya enak karena rata dan pemandangan terbuka luas.

Photobucket - Video and Image Hosting
Jalan batu

Photobucket - Video and Image Hosting
Jembatan sekitar Telaga Biru yang telah hancur

Photobucket - Video and Image Hosting
Foto-foto dulu di jalan kayu

Sekitar jam 11.45 kami sampai di pertigaan Cibeureum. Kalo mau ke Kandang Bandak belok kiri kalau mau ke Air Terjun Cibeureum belok kanan.

Photobucket - Video and Image Hosting
Petigaan Cibeureum

Nggak sampai lima belas menit dari pertigaan ini sampailah kami di air terjun Cibeureum. Tanda penunjuk jarak menunjukkan angka 28 artinya 2,8 km dari Pos Informasi. Satu setengah jam jalan santai sampailah kami.

Photobucket - Video and Image Hosting
Air terjun, dua dari tiga air terjun yang ada.

Kami menuju langsung ke air terjun ketiga, tempatnya sepi dan ada tanah sedikit lapang sehingga kami bisa menggelar sedikit terpal dan memasang fly sheet untuk atap kalau-kalau hujan menguyur.

Acara selanjutnya makan siang, sambal hijau dan ayam panggang serta paru segera masuk perut. Nikmat sekali makan siang ini. Teh Tong Dji segera diseduh nikmat sekali minum teh setelah makan di udara dingin.

Dua setengah jam kami leyeh-leyeh di air terjun, sepertinya kurang tapi kami harus turun. Jam 14.30 kami mulai perjalanan turun. Karena foto-foto dan jalan santai saja jam 15.40 kami baru sampai di pos tiket bawah. Jam 16.00 kami telah meninggalkan Cibodas.

Rencana kami berikutnya kami menuju ke air terjun Cilember di Megamendung kalau waktu mengijinkan kami. Ternyata setelah puncak pas sebelum botol kecap kami kena macet. Bosan menunggu kami memutuskan balik arah ke Cipanas. Rencana ke Air Terjun Cilember dan makan sate Mang Kodir dibatalkan dan diganti dengan sate Shinta Cipanas.

Sate Shinta Cipanas memang enak, daging empuk yang dipanggang dengan pas dibalur bumbu kecap dengan rajangan bawang merah. Lezatttt

Photobucket - Video and Image Hosting
Sate Shinta, Cipanas.

Jam 20.30 kami meninggalkan Cipanas menuju ke Jakarta, ternyata masih kena macet juga sebelum Cisarua dan Megamendung. Akhir perjalanan ini kami sampai di Jakarta Jam 22.45.

Pertandingan Inggris vs Portugal telah lewat babak pertama, ini pertandingan bola Piala Dunia 2006 yang pertama kali saya tonton. Eh nggak ding.... saya ketiduran juga di babak kedua baru bangun pas adu pinalti.