Monday, January 17, 2011

Taman Nasional Bromo




Taman Nasional Bromo - Tengger - Semeru, menutup perjalanan

Jam 06.00 pagi, Pak Silas sudah menjemput kami. Pak Silas dengan Suzuki Carrynya melayani rute Sarongan ke Pesanggaran, semalam Pak Pur minta agar Pak Silas menjemput kami di Rajegwesi. Memang pagi hari jadwal keberangkatannya dari Sarongan. Setelah sarapan dan berpamitan dengan Pak Pur dan Mbak Nurul kamipun naik ke dalam mobil .

Selain menjemput beberapa penumpang lain di Sarongan, dia juga melayani jasa pembelian titipan barang-barang kebutuhan sehari-hari di Pesanggaran. Kami berhenti di satu warung dan naiklah tempat telur dan jerigan minyak, Pak Silas dititipi uang untuk belanja serta daftar barang belanjaan lainnya. Nanti setelah mengantarkan penumpang sampai di Pesanggaran maka diapun akan belanja titipan.

Jalan perkebunan yang kurang bagus membuat satu setengah jam kemudian kami baru tiba di Pesanggaran. Bis lanjutan yang akan mengantarkan kami ke Jajag sudah menunggu. Bis kecil ini sudah mempunyai jadwal yang tetap sehingga keberangkatnnya bisa dipastikan, tidak perlu menunggu terlalu lama.

Tiba di Jajag bis tujuan Surabaya via Jember pas baru sampai maka kamipun langsung pindah bis. Sampai di bis ini kami belum memutuskan apakah kami akan langsung ke Surabaya ataukan mampir ke Bromo. Setelah mengecek kondisi Bromo lewat berita dan telepon penginapan di sana kamipun memastikan memilih menginap di Bromo ketimbang di Surabaya. Esok hari pesawat kami ke Jakarta akan terbang jam 19.30 jadi masih ada cukup waktu kalau siang hari kami berangkat dari Bromo langsung ke Juanda.

Kami turun di terminal Probolinggo kurang lebih jam 14.00, langsung ke pangkalan kendaraan yang menuju ke Bromo. Ransel kami masukkan ke mobil ELF itu dan kamipun makan siang. Kendaraan ke Bromo dikenal dengan lamanya ngetem, sampai penumpang penuh baru jalan kadang kalau penumpang kurang mereka hanya mau di carter. Hal ini dilakukan untuk menutupi biaya operasiobal kalau tidak carter tidak bisa nutup. Belakangan ini jumlah wisatawan dan penumpang ke Bromo sangat berkurang, penduduk yang sudah banyak menggunakan motor pribadi untuk mobilisasi dan kondisi Bromo yang baru dan masih erupsi membuat jumlah penumpang sangat sedikit.

Sampai dua jam kemudian, jam 16.00, jumlah penumpang hanya 3 orang. Solusi yang ditawarkan adalah carter. Rp 75.000,- per orang harga penawaran awal dari ongkos normal Rp 25.000,- per orang. Akhinya disepakati harga Rp 200.000,- yang akan dibagi diantara 3 penumpang yang akan ke Bromo.

Makin lama, makin besar saja kendaraan yang kami carter. Diawali dengan Suzuki Carry kemudian Mitsubishi Colt L 300 dan diakhiri dengan Mitsubishi ELF.
Sampai Sukapura kabut tebal menyambut kami, dingin. Lewat Sukapura mulai tampak tumpukan abu Bromo di sepanjang jalan, pohon-pohon yang rebah tak kuat menahan beban abu di ranting dan dahan-dahannya, tanaman sayuran yang tertutup abu dan genteng rumah yang berselimutkan abu. Tak lama kami liat asap hitam yang membumbung ke udara….. baru dua puluh menit kemudian kami tiba di bibir Plateau dan melihat Bromo dengan asapnya.

Mutar-mutar cari penginapan di Cemoro Lawang, beberapa penginapan saja yang buka pasca erupsi dua minggu sebelumnya. Sampai saat inipun masih hujan abu tetapi biasanya jatuh lewat dari Cemoro Lawang jadi desa ini bebas dari hujan abu.

Cahaya matahari tenggelam sempat kami nikmati bersama dinginnya udara diketinggian sekitar 2400 meter di atas permukaan laut. Listrik belum menyala di Desa ini sehingga hanya beberapa bagian saja yang menggunakan genset yang mempunyai penerangan.

Esok paginya kami menuju ke Pananjakan 2 menggunakan ojek. Jalan ke Pananjakan 1 belum dibuka, masih banyak pohon tumbang dan belum dibersihkan. Seperti kata Mas Budi, tukang ojek saya, Pak Kepala Dusun belum member izin. “Bromo belum selesai…”, katanya.

Turun dari ojek ternyata masih dilanjutkan dengan berjalan kaki sampai ke pos pengamatan. Segera kami gunakan head lamp untuk melanjutkan perjalanan. Jalan mendaki dengan banyak tertutup pohon tumbang membuat kami harus mencari-cari jalan, tas dan jaket kamipun ditempeli debu-debu gunung. Sampai di pos pengamatan Pananjalan 2 belum ada orang dan masih gelap. Kami duduk menunggu cahaya matahari keluar.

Bersamaan dengan keluarnya cahaya pagi tampaklah Gunung Bromo dengan asapnya ditengah-tegah Plateau. Para pengunjung lebih memperhatikan Gunung Bromonya ketimbang ke matahari terbit. Matahari terbit pagi ini tertutup awan dan ketika lebih naik lagi tertutup asap Bromo jadi jam 10.00 pagi masih seperti pagi hari karena matahari tertutup asap Bromo.

Gunung Semeru, Gunung Belimbing dan Gunung Bromo di tengah plateau. Pemandangan yang sangat indah…..

Malam ini kami kembali ke Jakarta lewat Juanda, Surabaya. Selesailah perjalanan kali ini, tak direncanakan sebelumnya kami bisa mendatangi empat Taman Nasional.

Terima kasih buat semuanya.



Mobil Rajegwesi – Pesanggaran Rp 35.000,- per orang
Bis Pesanggaran – Jajag Rp 10.000,- per orang
Bis Jajag – Probolinggo Rp 20.000,- per orang
Mobil Probolinggo – Cemoro Lawang Rp 200.000,- carter satu mobil
Penginapan Cemara Indah Rp 315.000,- satu malam
Mobil Cemoro Lawang – Probolinggo Rp 25.000,- per orang
Bis Patas AC Probolinggo – Surabaya Rp 23.000,- per orang

Taman Nasional Baluran :
http://alexdidit.multiply.com/photos/album/128/Empat_Taman_Nasional_dalam_satu_minggu_

Taman Nasional Alas Purwo :
http://alexdidit.multiply.com/photos/album/130/Taman_Nasional_Alas_Purwo_Ujung_Timur_Pulau_Jawa_bagian_Selatan

Taman Nasional Meru Betiri :
http://alexdidit.multiply.com/photos/album/132/Taman_Nasional_Meru_Betiri_sebentar_menengok_Teluk_Hijau

Taman Nasional Bromo – Tengger – Semeru :
http://alexdidit.multiply.com/photos/album/133

Labels: , , , , , , ,

Taman Nasional Bromo




Taman Nasional Bromo - Tengger - Semeru, menutup perjalanan

Jam 06.00 pagi, Pak Silas sudah menjemput kami. Pak Silas dengan Suzuki Carrynya melayani rute Sarongan ke Pesanggaran, semalam Pak Pur minta agar Pak Silas menjemput kami di Rajegwesi. Memang pagi hari jadwal keberangkatannya dari Sarongan. Setelah sarapan dan berpamitan dengan Pak Pur dan Mbak Nurul kamipun naik ke dalam mobil .

Selain menjemput beberapa penumpang lain di Sarongan, dia juga melayani jasa pembelian titipan barang-barang kebutuhan sehari-hari di Pesanggaran. Kami berhenti di satu warung dan naiklah tempat telur dan jerigan minyak, Pak Silas dititipi uang untuk belanja serta daftar barang belanjaan lainnya. Nanti setelah mengantarkan penumpang sampai di Pesanggaran maka diapun akan belanja titipan.

Jalan perkebunan yang kurang bagus membuat satu setengah jam kemudian kami baru tiba di Pesanggaran. Bis lanjutan yang akan mengantarkan kami ke Jajag sudah menunggu. Bis kecil ini sudah mempunyai jadwal yang tetap sehingga keberangkatnnya bisa dipastikan, tidak perlu menunggu terlalu lama.

Tiba di Jajag bis tujuan Surabaya via Jember pas baru sampai maka kamipun langsung pindah bis. Sampai di bis ini kami belum memutuskan apakah kami akan langsung ke Surabaya ataukan mampir ke Bromo. Setelah mengecek kondisi Bromo lewat berita dan telepon penginapan di sana kamipun memastikan memilih menginap di Bromo ketimbang di Surabaya. Esok hari pesawat kami ke Jakarta akan terbang jam 19.30 jadi masih ada cukup waktu kalau siang hari kami berangkat dari Bromo langsung ke Juanda.

Kami turun di terminal Probolinggo kurang lebih jam 14.00, langsung ke pangkalan kendaraan yang menuju ke Bromo. Ransel kami masukkan ke mobil ELF itu dan kamipun makan siang. Kendaraan ke Bromo dikenal dengan lamanya ngetem, sampai penumpang penuh baru jalan kadang kalau penumpang kurang mereka hanya mau di carter. Hal ini dilakukan untuk menutupi biaya operasiobal kalau tidak carter tidak bisa nutup. Belakangan ini jumlah wisatawan dan penumpang ke Bromo sangat berkurang, penduduk yang sudah banyak menggunakan motor pribadi untuk mobilisasi dan kondisi Bromo yang baru dan masih erupsi membuat jumlah penumpang sangat sedikit.

Sampai dua jam kemudian, jam 16.00, jumlah penumpang hanya 3 orang. Solusi yang ditawarkan adalah carter. Rp 75.000,- per orang harga penawaran awal dari ongkos normal Rp 25.000,- per orang. Akhinya disepakati harga Rp 200.000,- yang akan dibagi diantara 3 penumpang yang akan ke Bromo.

Makin lama, makin besar saja kendaraan yang kami carter. Diawali dengan Suzuki Carry kemudian Mitsubishi Colt L 300 dan diakhiri dengan Mitsubishi ELF.
Sampai Sukapura kabut tebal menyambut kami, dingin. Lewat Sukapura mulai tampak tumpukan abu Bromo di sepanjang jalan, pohon-pohon yang rebah tak kuat menahan beban abu di ranting dan dahan-dahannya, tanaman sayuran yang tertutup abu dan genteng rumah yang berselimutkan abu. Tak lama kami liat asap hitam yang membumbung ke udara….. baru dua puluh menit kemudian kami tiba di bibir Plateau dan melihat Bromo dengan asapnya.

Mutar-mutar cari penginapan di Cemoro Lawang, beberapa penginapan saja yang buka pasca erupsi dua minggu sebelumnya. Sampai saat inipun masih hujan abu tetapi biasanya jatuh lewat dari Cemoro Lawang jadi desa ini bebas dari hujan abu.

Cahaya matahari tenggelam sempat kami nikmati bersama dinginnya udara diketinggian sekitar 2400 meter di atas permukaan laut. Listrik belum menyala di Desa ini sehingga hanya beberapa bagian saja yang menggunakan genset yang mempunyai penerangan.

Esok paginya kami menuju ke Pananjakan 2 menggunakan ojek. Jalan ke Pananjakan 1 belum dibuka, masih banyak pohon tumbang dan belum dibersihkan. Seperti kata Mas Budi, tukang ojek saya, Pak Kepala Dusun belum member izin. “Bromo belum selesai…”, katanya.

Turun dari ojek ternyata masih dilanjutkan dengan berjalan kaki sampai ke pos pengamatan. Segera kami gunakan head lamp untuk melanjutkan perjalanan. Jalan mendaki dengan banyak tertutup pohon tumbang membuat kami harus mencari-cari jalan, tas dan jaket kamipun ditempeli debu-debu gunung. Sampai di pos pengamatan Pananjalan 2 belum ada orang dan masih gelap. Kami duduk menunggu cahaya matahari keluar.

Bersamaan dengan keluarnya cahaya pagi tampaklah Gunung Bromo dengan asapnya ditengah-tegah Plateau. Para pengunjung lebih memperhatikan Gunung Bromonya ketimbang ke matahari terbit. Matahari terbit pagi ini tertutup awan dan ketika lebih naik lagi tertutup asap Bromo jadi jam 10.00 pagi masih seperti pagi hari karena matahari tertutup asap Bromo.

Gunung Semeru, Gunung Belimbing dan Gunung Bromo di tengah plateau. Pemandangan yang sangat indah…..

Malam ini kami kembali ke Jakarta lewat Juanda, Surabaya. Selesailah perjalanan kali ini, tak direncanakan sebelumnya kami bisa mendatangi empat Taman Nasional.

Terima kasih buat semuanya.



Mobil Rajegwesi – Pesanggaran Rp 35.000,- per orang
Bis Pesanggaran – Jajag Rp 10.000,- per orang
Bis Jajag – Probolinggo Rp 20.000,- per orang
Mobil Probolinggo – Cemoro Lawang Rp 200.000,- carter satu mobil
Penginapan Cemara Indah Rp 315.000,- satu malam
Mobil Cemoro Lawang – Probolinggo Rp 25.000,- per orang
Bis Patas AC Probolinggo – Surabaya Rp 23.000,- per orang

Taman Nasional Baluran :
http://alexdidit.multiply.com/photos/album/128/Empat_Taman_Nasional_dalam_satu_minggu_

Taman Nasional Alas Purwo :
http://alexdidit.multiply.com/photos/album/130/Taman_Nasional_Alas_Purwo_Ujung_Timur_Pulau_Jawa_bagian_Selatan

Taman Nasional Meru Betiri :
http://alexdidit.multiply.com/photos/album/132/Taman_Nasional_Meru_Betiri_sebentar_menengok_Teluk_Hijau

Taman Nasional Bromo – Tengger – Semeru :
http://alexdidit.multiply.com/photos/album/133

Labels: , , , , , , ,

Sunday, January 16, 2011

Taman Nasional Meru Betiri




Taman Nasional Meru Betiri, sebentar menengok Teluk Hijau

Hari ke enam di tahun 2011. Ojek pesanan sudah datang jam tujuh kurang di Pesanggrahan Pantai Triangulasi. Setelah berpamitan kami langsung naik ke boncengan, sampai saat ini tas yang saya bawa belum muat diletakkan dibagian depan motor jadinya harus saya gendong terus. Perjalanan sampai ke Kalipait melewati Pasar Anyar makan waktu kurang dari satu jam. Sebelumnya saya sudah menginformasikan apakah bisa mendapatkan mobil carter ke Rajegwesi, pintu masuk Taman Nasional Meru Betiri. Pertimbangan carter ini untuk menghemat waktu. Pertama dengan kendaraan umum yang menunggu penumpang penuh pasti akan makan waktu lama untuk berangkat kedua dengan kendaraan umum dari Kalipait kami harus ke Utara sampai ke pertigaan Srono, kurang lebih 2 jam perjalanan kemudian menunggu bis datang dari Banyuwangi dengan tujuan Pasanggaran (Sangar) sekitar 2 jam perjalanan juga. Dari Pasanggaran masih 1,5 jam lagi untuk sampai di Sarongan dan dari Sarongan ke Rajegwesi sekitar 15 menit.
Apabila carter kita bisa memotong rute tidak perlu ke Utara sampai ke Srono tetapi dari Tegaldino langsung ke Barat melewati Purwoharjo kemudian mengarah ke Selatan ke Pasanggaran untuk lanjut ke Sarongan dan Rajegwesi. Ternyata dengan carter kami hanya makan waktu 3 jam sudah sampai di Rajegwesi, pintu masuk Taman Nasional Meru Betiri. Itupun sudah termasuk waktu untuk sarapan dan ngobrol-ngobrol dengan Petugas PHPA di Kantor Sarongan.

Jam 08.30 kami mulai perjalanan dengan L300 carteran dari Kalipait dengan tujuan pertama Sarongan. Pak Dasuki mengaku sudah pernah ke Sarongan jadi deal yang kami lakukan sepertinya sih fair. Kami sempatkan sarapan dulu di Warung Bulak di Tegaldlimo. Jam 09.45 kami sudah sampai Pesanggaran, sekarang tinggal ke Selatan menuju ke Sarongan. Ini bagian yang jalannya rusak melewati PTPN XII, Sungai Lembu. Bergantian antara perkebunan Karet dan Coklat kami lewati sampai akhirnya jam 11.00 kami tiba di Sarongan langsung menuju ke Kantor Taman Nasional Meru Betiri. Kami ditemui Pak Didin yang menjelaskan kalau tak lama lagi kantor Sarongan akan dipindah ke Rajegwesi yang saat ini sedang dalam proses penyelesaian. Dari Sarongan kami menuju ke Rajegwesi, pintu masuk Taman Nasional Meru Betiri. Di Rajegwesi kami disarankan untuk menginap di rumah Pak Pur, kalau sedikit bisa numpang menginap di rumahnya.

Ternyata Pak Pur sedang melaut, sore nanti baru kembali. Kami disambut oleh Mbak Nurul, istri Pak Pur yang mempersilahkan kami untuk masuk. Selagi membongkar packingan dan minum teh hangat, Mbak Nurul berpesan kalau dia akan belanja ke warung mempersiapkan makan siang. Awalnya kami bilang tidak usah, kami akan makan di warung saja tapi setelah Mbak Nurul bilang tidak ada warung nasi di Rajegwesi kamipun langsung mengiyakan.

Selesai makan siang kami packing barang-barang yang akan kami bawa ke Teluk Hijau. Teluk Hijau dari Rajegwesi sekitar 1 km mendaki dan menuruni bukit, dengan jalan kaki kurang lebih 1 jam kita bisa mencapainya. Teluk Hijau juga bisa dicapai dengan menggunakan perahu neleyan dari Rajegwesi mungkin sekitar 15 menit perjalanan dengan biaya kurang lebih Rp 200.000,- untuk satu perahu pulang pergi yang dapat diisi enam orang. Kami memilih untuk berjalan kaki saja menikmati pemandangan Teluk Damai dari atas bukit.

Kami mengikuti jalan menuju ke Sukamade, yang dikenal sebagai pantai tempat penyu mendarat untuk bertelur. Sampai kami menemukan petunjuk jalan ke arah Teluk Hijau. Petunjuk jalan yang menerangkan kalau Teluk Hijau masih 1 km lagi. Dari petunjuk jalan ini mendaki sedikit sampai puncak bukit kemudian tinggal turun terus sampai ke pantai. Menyusuri pantai berbatu-batu sampai akhirnya memotong Tanjung untuk sampai di Teluk Hijau.

Wah……..bagus sekali pantainya. Pasir putih halus dengan air laut yang berwarna hijau. Pantai indah yang tersembunyi. Air terjun setinggi 8 meter di pinggir pantai membuat nilai tambah lagi, abis main air di laut bisa langsung bilas. Enak sekali di sini.

Matahari tenggelam kami nikmati di Desa nelayan Rajegwesi. Ada 220 kepala keluarga yang tinggal di desa ini dengan mata pencaharian utama sebagai nelayan. Sore itu kami duduk di batu di tepi pantai melihat nelayan-nelayan yang pulang dan pergi melaut. Matahari tenggelam di balik bukit menemani perjalanan kami ke rumah Pak Pur.

Sampai di rumah Pak Pur sudah pulang melaut, kami baru berkenalan dan ngobrol-ngobrol. Sayang sekali kami hanya satu malam di sini kalau saja ada waktu lebih pasti lebih nikmat kalau bisa nenda di Teluk Permisan. Lain waktu berjanji akan kembali ke Meru Betiri untuk ke Teluk Permisan.


Mobil Kalipait – Rajegwesi Rp 250.000,- carter satu mobil
Tiket Taman Nasional Rp 2.500,-
Homestay Pak Pur Rp 100.000,- per orang per malam termasuk makan

Taman Nasional Baluran :
http://alexdidit.multiply.com/photos/album/128/Empat_Taman_Nasional_dalam_satu_minggu_

Taman Nasional Alas Purwo :
http://alexdidit.multiply.com/photos/album/130/Taman_Nasional_Alas_Purwo_Ujung_Timur_Pulau_Jawa_bagian_Selatan

Taman Nasional Meru Betiri :
http://alexdidit.multiply.com/photos/album/132/Taman_Nasional_Meru_Betiri_sebentar_menengok_Teluk_Hijau

Taman Nasional Bromo – Tengger – Semeru :
http://alexdidit.multiply.com/photos/album/133

Labels: , , , , , , ,

Taman Nasional Meru Betiri




Taman Nasional Meru Betiri, sebentar menengok Teluk Hijau

Hari ke enam di tahun 2011. Ojek pesanan sudah datang jam tujuh kurang di Pesanggrahan Pantai Triangulasi. Setelah berpamitan kami langsung naik ke boncengan, sampai saat ini tas yang saya bawa belum muat diletakkan dibagian depan motor jadinya harus saya gendong terus. Perjalanan sampai ke Kalipait melewati Pasar Anyar makan waktu kurang dari satu jam. Sebelumnya saya sudah menginformasikan apakah bisa mendapatkan mobil carter ke Rajegwesi, pintu masuk Taman Nasional Meru Betiri. Pertimbangan carter ini untuk menghemat waktu. Pertama dengan kendaraan umum yang menunggu penumpang penuh pasti akan makan waktu lama untuk berangkat kedua dengan kendaraan umum dari Kalipait kami harus ke Utara sampai ke pertigaan Srono, kurang lebih 2 jam perjalanan kemudian menunggu bis datang dari Banyuwangi dengan tujuan Pasanggaran (Sangar) sekitar 2 jam perjalanan juga. Dari Pasanggaran masih 1,5 jam lagi untuk sampai di Sarongan dan dari Sarongan ke Rajegwesi sekitar 15 menit.
Apabila carter kita bisa memotong rute tidak perlu ke Utara sampai ke Srono tetapi dari Tegaldino langsung ke Barat melewati Purwoharjo kemudian mengarah ke Selatan ke Pasanggaran untuk lanjut ke Sarongan dan Rajegwesi. Ternyata dengan carter kami hanya makan waktu 3 jam sudah sampai di Rajegwesi, pintu masuk Taman Nasional Meru Betiri. Itupun sudah termasuk waktu untuk sarapan dan ngobrol-ngobrol dengan Petugas PHPA di Kantor Sarongan.

Jam 08.30 kami mulai perjalanan dengan L300 carteran dari Kalipait dengan tujuan pertama Sarongan. Pak Dasuki mengaku sudah pernah ke Sarongan jadi deal yang kami lakukan sepertinya sih fair. Kami sempatkan sarapan dulu di Warung Bulak di Tegaldlimo. Jam 09.45 kami sudah sampai Pesanggaran, sekarang tinggal ke Selatan menuju ke Sarongan. Ini bagian yang jalannya rusak melewati PTPN XII, Sungai Lembu. Bergantian antara perkebunan Karet dan Coklat kami lewati sampai akhirnya jam 11.00 kami tiba di Sarongan langsung menuju ke Kantor Taman Nasional Meru Betiri. Kami ditemui Pak Didin yang menjelaskan kalau tak lama lagi kantor Sarongan akan dipindah ke Rajegwesi yang saat ini sedang dalam proses penyelesaian. Dari Sarongan kami menuju ke Rajegwesi, pintu masuk Taman Nasional Meru Betiri. Di Rajegwesi kami disarankan untuk menginap di rumah Pak Pur, kalau sedikit bisa numpang menginap di rumahnya.

Ternyata Pak Pur sedang melaut, sore nanti baru kembali. Kami disambut oleh Mbak Nurul, istri Pak Pur yang mempersilahkan kami untuk masuk. Selagi membongkar packingan dan minum teh hangat, Mbak Nurul berpesan kalau dia akan belanja ke warung mempersiapkan makan siang. Awalnya kami bilang tidak usah, kami akan makan di warung saja tapi setelah Mbak Nurul bilang tidak ada warung nasi di Rajegwesi kamipun langsung mengiyakan.

Selesai makan siang kami packing barang-barang yang akan kami bawa ke Teluk Hijau. Teluk Hijau dari Rajegwesi sekitar 1 km mendaki dan menuruni bukit, dengan jalan kaki kurang lebih 1 jam kita bisa mencapainya. Teluk Hijau juga bisa dicapai dengan menggunakan perahu neleyan dari Rajegwesi mungkin sekitar 15 menit perjalanan dengan biaya kurang lebih Rp 200.000,- untuk satu perahu pulang pergi yang dapat diisi enam orang. Kami memilih untuk berjalan kaki saja menikmati pemandangan Teluk Damai dari atas bukit.

Kami mengikuti jalan menuju ke Sukamade, yang dikenal sebagai pantai tempat penyu mendarat untuk bertelur. Sampai kami menemukan petunjuk jalan ke arah Teluk Hijau. Petunjuk jalan yang menerangkan kalau Teluk Hijau masih 1 km lagi. Dari petunjuk jalan ini mendaki sedikit sampai puncak bukit kemudian tinggal turun terus sampai ke pantai. Menyusuri pantai berbatu-batu sampai akhirnya memotong Tanjung untuk sampai di Teluk Hijau.

Wah……..bagus sekali pantainya. Pasir putih halus dengan air laut yang berwarna hijau. Pantai indah yang tersembunyi. Air terjun setinggi 8 meter di pinggir pantai membuat nilai tambah lagi, abis main air di laut bisa langsung bilas. Enak sekali di sini.

Matahari tenggelam kami nikmati di Desa nelayan Rajegwesi. Ada 220 kepala keluarga yang tinggal di desa ini dengan mata pencaharian utama sebagai nelayan. Sore itu kami duduk di batu di tepi pantai melihat nelayan-nelayan yang pulang dan pergi melaut. Matahari tenggelam di balik bukit menemani perjalanan kami ke rumah Pak Pur.

Sampai di rumah Pak Pur sudah pulang melaut, kami baru berkenalan dan ngobrol-ngobrol. Sayang sekali kami hanya satu malam di sini kalau saja ada waktu lebih pasti lebih nikmat kalau bisa nenda di Teluk Permisan. Lain waktu berjanji akan kembali ke Meru Betiri untuk ke Teluk Permisan.


Mobil Kalipait – Rajegwesi Rp 250.000,- carter satu mobil
Tiket Taman Nasional Rp 2.500,-
Homestay Pak Pur Rp 100.000,- per orang per malam termasuk makan

Taman Nasional Baluran :
http://alexdidit.multiply.com/photos/album/128/Empat_Taman_Nasional_dalam_satu_minggu_

Taman Nasional Alas Purwo :
http://alexdidit.multiply.com/photos/album/130/Taman_Nasional_Alas_Purwo_Ujung_Timur_Pulau_Jawa_bagian_Selatan

Taman Nasional Meru Betiri :
http://alexdidit.multiply.com/photos/album/132/Taman_Nasional_Meru_Betiri_sebentar_menengok_Teluk_Hijau

Taman Nasional Bromo – Tengger – Semeru :
http://alexdidit.multiply.com/photos/album/133

Labels: , , , , , , ,

Taman Nasional Alas Purwo




Taman Nasional Alas Purwo, Ujung Timur Pulau Jawa bagian Selatan

Keluar dari Padang Bekol di Taman Nasional baluran ke Batangan kami diantar mobil Pak Tri hari ini tanggal 4 Januari 2011. Berdasarkan informasi yang kami kumpulkan dari ngobrol-ngobrol untuk menuju ke Taman Nasional Alas Purwo dari Batangan kami naik bis tujuan Muncar untuk turun di Terminal Luar Kota Banyuwangi Karang Ente atau Terminal Brawijaya nama resminya. Dari Karang Ente kami akan berganti dengan bis kecil tujuan Kali Pait yang rutenya juga akan lewat Muncar tetapi disarankan untuk naik dari Karang Ente saja karena bis yang dari Muncar ke Kali Pait berangkat dari Karang Ente juga.

Berdasarkan informasi kami juga disarankan dari Batangan naik bis Tujuan Muncar bukan yang ke Banyuwangi karena bis tujuan Banyuwangi akan habis di Terminal Ketapang dan tidak masuk Banyuwangi, untuk sampai di Terminal Karang Ente (Brawijaya) masih harus berganti dua kali lagi naik angkutan kota.

Jam 08.45 bis tujuan Muncar sampai di Batangan mirip seperti informasi dari Ibu penjaga warung rokok di pertigaan Batangan. Kurang lebih satu jam perjalanan sampailah kami di Terminal Karang Ente (Brawijaya). Ada mini market di depan terminal Karang Ente membuat kami bisa menambah stock logistic dan cemilan.

Bis dari Karang Ente ke Kali Pait ada beberapa kali keberangkatan setiap hari, selagi kami packing belanjaan di depan mini market kami didekati oleh Pak Swaili yang menawarkan diri untuk mengantarkan kita sampai ke Pasar Anyar. Pasar Anyar adalah tempat Kantor Taman Nasional Alas Purwo terletak, dari Kali Pait sekitar 2 km dan tidak ada angkutan umum lagi. Awalnya kami enggan dan memilih untuk naik bis umum saja tapi akhirnya kami naik ke Suzuki Carry Pak Swaili. Dalam perjalanan kami mencari spirtus untuk bahan bakar kompor dan makan pagi dulu ditemani Pak Swaili. Perjalanan dari Karang Ente ke Pasar Anyar kurang lebih 3 jam melewati daerah-daerah : Rogojampi, tempat airport Banyuwangi terletak, Srono, Muncar, Tegaldino, Kalipait dan sampailah di Pasar Anyar.

Sebenarnya kita bisa tidak perlu mampir di Pasar Anyar bisa langsung ke Rowo Bendo untuk mendaftar tapi jalan yang jelek membuat Pak Swaili hanya bisa mengantarkan sampai di Pasar Anyar.

Dari Pasar Anyar ke pintu masuk Taman Nasional Alas Purwo di Rowo Bendo kami naik ojek. Ojek juga yang mengantarkan kami ke Pesanggrahan di Pantai Triangulasi. Perjalanan kami melewati hutan Jati yang lebat. Lewat pos Rawa Bendo hutan makin rapat dengan pohon-pohon besar, diantara pohon-pohon itu terdapat Pura Luhur Giri Salaka biasanya rame dikunjungi orang yang akan beribadat setiap ada kegiatan. Sampai di Pesanggrahan di Pantai Triangulasi masih jam 14.00. Kami menginap di salah satu rumah panggung yang ada.

Sepi dan bersih jadi kesan pertama saat melihat Pantai Triangulasi ini. Penginapan di sini ada lima rumah dengan pilihan mau kamar mandi di dalam atau di luar. Menunggu sore kami isi dengan leyeh-leyeh di tepi pantai. Pasang hammock, gelar tiker dan cemilan serta main layangan. Di pantai ada ada Kijang yang mengamati kami Monyet dan Lutung juga ada tetapi mereka ada di sekitar penginapan. Monyetnya sama nakalnya dengan Monyet-Monyet di Baluran suka mengambil makanan dan mengacak-acak sampah. Musti hati-hati juga sama Monyet di sini.

Dari Pantai Triangulasi ke Pantai Pancur sekitar 3 km dan kebetulan di sini ada sepeda sewaan. Ada 10 sepeda sewaan dan kebanyakan sudah tidak laik. Saya mendapatkan satu sepeda yang tidak bisa pindah gigi dan rem belakang rapet dengan ban membuat rada berat kalau ada kotoran di ban. Pilihan terbaik dari yang ada. Jam 16.00 kami mulai goes ke Pantai Pancur, melewati jalan aspal yang masih agak bagus kadang kami bisa melihat pantai kadang hanya mendengar debur ombak saja. Kurang dari setengah jam sampailah kami di Pantai Pancur. Di Pantai ini ada muara sungai yang sebelum mencapai pantai melewati batu-batuan yang membentuk seperti pancuran.
Pantai ini ramai dikunjungi oleh para peziarah yang akan mengunjungi goa-goa yang ada di sekitaran pantai ini atau juga yang akan ke Plengkung, di pantai ini ada warung dan bisa camping juga. Jam 17.00 kami kembali ke Pantai Triangulasi untuk menikmati sun set. Memang jadi kebiasaan kalo pulangnya lebih cepat dari berangkatnya, lima belas menit kurang kami sudah sampai di Pantai Triangulasi dan langsung menuju ke Pantai.

Matahari tenggelam yang menawan…..

Esok paginya setelah masak dan sarapan kami mengayuh sepeda lagi, kali ini target kami adalah Pantai Plengkung atau disebut juga G Land, Pantai para surver. Jam 09.00 setelah mendaftar di Pantai Pancur dan portal jalan dibukakan untuk kami, kami lanjutkan perjalanan. Semua kendaraan pengujung parkir di Pantai Pancur, perjalanan lanjutan ke Pantai Plengkung diharuskan menggunakan kendaraan yang disiapkan oleh Pihak Taman Nasional. Karena kami naik sepeda maka peraturan itu tidak berlaku dan kami bisa naik sepeda sampai ke Pantai Plengkung.

Dimulailah perjalanan dengan berbagai medan dengan sepeda single speed, ada banyak sih tapi gak bisa diganti giginya. Setelah melewati portal Pos Pancur jalan batu menyambut dengan ditemani kerindangan bambu sepanjang jalan. Bambu berganti dengan pohon berganti dengan pohon besar kondisi jalanpun berganti dari jalan batu, jalan lumpur, jalan dengan pasir, jalan dengan lumpur tebal yang membuat sepeda harus dituntun. Komplit deh.

Kami berjalan sejajar dengan pantai kadang bisa melihat pantai ketika lewat jembatan laut biru terlihat jelas. Saat kami lelah kami beristirahat di tepi pantai, tinggal cari jalan cabang menuju ke tepi pantai dan pasir pantai menggantikan jalan lumpur. Di tepi pantai ini kami bertemu dengan nelayan-nelayan tanpa kapal yang menjaring ikan dari pantai. Biasanya mereka tinggal selama dua malam kemudian mengangkut hasil laut mereka dengan motor ke luar.

Kurang dari dua jam mengayuh sepeda dari Pancur sampailah kami di Pantai Plengkung di Joyo’s Surf Camp. Penginapan untuk surfer ini sepi hanya penjaga yang sedang membakar sampah saja ada di komplek bungalow-bungalow yang tersembunyi di kerimbunan bambu. Sedang tidak musim surfing jadi tempat ini tutup sama seperti empat tempat lain yang ada di Plengkung.

Kami menuju ke pantai melewati heli pad, ya kalau enggan berlama-lama di jalan darat bisa menggunakan helicopter. Pantai di depan Joyo’s dilengkapi dengan tempat duduk pajang dan besar nikmat sekali untuk leyeh-leyeh.

Kami makan bekal yang kami bawa, dugaan ada warung di Pantai ini meleset. Sambil leyeh-leyeh di bangku panjang kami nikmati siang ini. Keinginan untuk mengunjungi tempat-tempat lain yang ada di Plengkung ini kami urungkan. Jalan sangat rusak, lumpur tebal sepanjang jalan sehingga sepedapun harus dituntun. Siang kami habiskan di bangku panjang yang rindang.

Makan siang yang terlambat di Pancur, ikan laut goreng, sayur bayam, tempe goreng, sambal dan telur mata sapi kami tandaskan. Sayang lauknya habis jadi kami bungkus nasi saja untuk makan malam. Kami lanjutkan ke padang pengembalaan Sadengan setelah mampir di Pesanggrahan Pantai Triangulasi untuk menaruh nasi. Tidak jauh padang Sadengan hanya sekitar lima belas menit naik sepeda.

Kami naik ke menara pandang untuk melihat binatang-binatang yang merumput. Banyak nih ada Banteng jatan yang berwarna hitam, banteng betina yang berwarna coklat, Sapi, Rusa dan Merak. Lebih banyak daripada di Taman Nasional Baluran.

Dari Sadengan kami lanjutkan perjalanan ke Pos Rowobendo, pos gerbang Taman Nasional Alas Purwo. Mau foto di gerbang Taman Nasional, kemarin naik ojek belum sempat. Selain di Pancur hanya di Rowobendo yang ada warungnya. Warung di Rowobendo lebih lengkap ada minuman dingin juga.

Menjelang gelap kami kembali ke Pantai Triangulasi. Esok pagi kami sudah memesan dijemput ojek jam 07.00 untuk melanjutkan perjalanan ke Taman Nasional Merubetiri.

Batangan – Karangente menggunakan bis umum jurusan Muncar Rp 8.000,- per orang
Mobil Karangente – Pasaranyar Rp 175.000,- carter satu mobil
Ojek Pasaranyar – Rowobendo – Pantai Triangulasi Rp 50.000,- satu motor sekali jalan
Tiket Taman Nasional Rp 2.500,-
Penginapan di Pantai Triangulasi Rp 30.000,- per orang per malam
Sewa sepeda Rp 30.000,- per sepeda

Taman Nasional Baluran :
http://alexdidit.multiply.com/photos/album/128/Empat_Taman_Nasional_dalam_satu_minggu_

Taman Nasional Alas Purwo :
http://alexdidit.multiply.com/photos/album/130/Taman_Nasional_Alas_Purwo_Ujung_Timur_Pulau_Jawa_bagian_Selatan

Taman Nasional Meru Betiri :
http://alexdidit.multiply.com/photos/album/132/Taman_Nasional_Meru_Betiri_sebentar_menengok_Teluk_Hijau

Taman Nasional Bromo – Tengger – Semeru :
http://alexdidit.multiply.com/photos/album/133

Labels: , , , , , , , , ,

Taman Nasional Alas Purwo




Taman Nasional Alas Purwo, Ujung Timur Pulau Jawa bagian Selatan

Keluar dari Padang Bekol di Taman Nasional baluran ke Batangan kami diantar mobil Pak Tri hari ini tanggal 4 Januari 2011. Berdasarkan informasi yang kami kumpulkan dari ngobrol-ngobrol untuk menuju ke Taman Nasional Alas Purwo dari Batangan kami naik bis tujuan Muncar untuk turun di Terminal Luar Kota Banyuwangi Karang Ente atau Terminal Brawijaya nama resminya. Dari Karang Ente kami akan berganti dengan bis kecil tujuan Kali Pait yang rutenya juga akan lewat Muncar tetapi disarankan untuk naik dari Karang Ente saja karena bis yang dari Muncar ke Kali Pait berangkat dari Karang Ente juga.

Berdasarkan informasi kami juga disarankan dari Batangan naik bis Tujuan Muncar bukan yang ke Banyuwangi karena bis tujuan Banyuwangi akan habis di Terminal Ketapang dan tidak masuk Banyuwangi, untuk sampai di Terminal Karang Ente (Brawijaya) masih harus berganti dua kali lagi naik angkutan kota.

Jam 08.45 bis tujuan Muncar sampai di Batangan mirip seperti informasi dari Ibu penjaga warung rokok di pertigaan Batangan. Kurang lebih satu jam perjalanan sampailah kami di Terminal Karang Ente (Brawijaya). Ada mini market di depan terminal Karang Ente membuat kami bisa menambah stock logistic dan cemilan.

Bis dari Karang Ente ke Kali Pait ada beberapa kali keberangkatan setiap hari, selagi kami packing belanjaan di depan mini market kami didekati oleh Pak Swaili yang menawarkan diri untuk mengantarkan kita sampai ke Pasar Anyar. Pasar Anyar adalah tempat Kantor Taman Nasional Alas Purwo terletak, dari Kali Pait sekitar 2 km dan tidak ada angkutan umum lagi. Awalnya kami enggan dan memilih untuk naik bis umum saja tapi akhirnya kami naik ke Suzuki Carry Pak Swaili. Dalam perjalanan kami mencari spirtus untuk bahan bakar kompor dan makan pagi dulu ditemani Pak Swaili. Perjalanan dari Karang Ente ke Pasar Anyar kurang lebih 3 jam melewati daerah-daerah : Rogojampi, tempat airport Banyuwangi terletak, Srono, Muncar, Tegaldino, Kalipait dan sampailah di Pasar Anyar.

Sebenarnya kita bisa tidak perlu mampir di Pasar Anyar bisa langsung ke Rowo Bendo untuk mendaftar tapi jalan yang jelek membuat Pak Swaili hanya bisa mengantarkan sampai di Pasar Anyar.

Dari Pasar Anyar ke pintu masuk Taman Nasional Alas Purwo di Rowo Bendo kami naik ojek. Ojek juga yang mengantarkan kami ke Pesanggrahan di Pantai Triangulasi. Perjalanan kami melewati hutan Jati yang lebat. Lewat pos Rawa Bendo hutan makin rapat dengan pohon-pohon besar, diantara pohon-pohon itu terdapat Pura Luhur Giri Salaka biasanya rame dikunjungi orang yang akan beribadat setiap ada kegiatan. Sampai di Pesanggrahan di Pantai Triangulasi masih jam 14.00. Kami menginap di salah satu rumah panggung yang ada.

Sepi dan bersih jadi kesan pertama saat melihat Pantai Triangulasi ini. Penginapan di sini ada lima rumah dengan pilihan mau kamar mandi di dalam atau di luar. Menunggu sore kami isi dengan leyeh-leyeh di tepi pantai. Pasang hammock, gelar tiker dan cemilan serta main layangan. Di pantai ada ada Kijang yang mengamati kami Monyet dan Lutung juga ada tetapi mereka ada di sekitar penginapan. Monyetnya sama nakalnya dengan Monyet-Monyet di Baluran suka mengambil makanan dan mengacak-acak sampah. Musti hati-hati juga sama Monyet di sini.

Dari Pantai Triangulasi ke Pantai Pancur sekitar 3 km dan kebetulan di sini ada sepeda sewaan. Ada 10 sepeda sewaan dan kebanyakan sudah tidak laik. Saya mendapatkan satu sepeda yang tidak bisa pindah gigi dan rem belakang rapet dengan ban membuat rada berat kalau ada kotoran di ban. Pilihan terbaik dari yang ada. Jam 16.00 kami mulai goes ke Pantai Pancur, melewati jalan aspal yang masih agak bagus kadang kami bisa melihat pantai kadang hanya mendengar debur ombak saja. Kurang dari setengah jam sampailah kami di Pantai Pancur. Di Pantai ini ada muara sungai yang sebelum mencapai pantai melewati batu-batuan yang membentuk seperti pancuran.
Pantai ini ramai dikunjungi oleh para peziarah yang akan mengunjungi goa-goa yang ada di sekitaran pantai ini atau juga yang akan ke Plengkung, di pantai ini ada warung dan bisa camping juga. Jam 17.00 kami kembali ke Pantai Triangulasi untuk menikmati sun set. Memang jadi kebiasaan kalo pulangnya lebih cepat dari berangkatnya, lima belas menit kurang kami sudah sampai di Pantai Triangulasi dan langsung menuju ke Pantai.

Matahari tenggelam yang menawan…..

Esok paginya setelah masak dan sarapan kami mengayuh sepeda lagi, kali ini target kami adalah Pantai Plengkung atau disebut juga G Land, Pantai para surver. Jam 09.00 setelah mendaftar di Pantai Pancur dan portal jalan dibukakan untuk kami, kami lanjutkan perjalanan. Semua kendaraan pengujung parkir di Pantai Pancur, perjalanan lanjutan ke Pantai Plengkung diharuskan menggunakan kendaraan yang disiapkan oleh Pihak Taman Nasional. Karena kami naik sepeda maka peraturan itu tidak berlaku dan kami bisa naik sepeda sampai ke Pantai Plengkung.

Dimulailah perjalanan dengan berbagai medan dengan sepeda single speed, ada banyak sih tapi gak bisa diganti giginya. Setelah melewati portal Pos Pancur jalan batu menyambut dengan ditemani kerindangan bambu sepanjang jalan. Bambu berganti dengan pohon berganti dengan pohon besar kondisi jalanpun berganti dari jalan batu, jalan lumpur, jalan dengan pasir, jalan dengan lumpur tebal yang membuat sepeda harus dituntun. Komplit deh.

Kami berjalan sejajar dengan pantai kadang bisa melihat pantai ketika lewat jembatan laut biru terlihat jelas. Saat kami lelah kami beristirahat di tepi pantai, tinggal cari jalan cabang menuju ke tepi pantai dan pasir pantai menggantikan jalan lumpur. Di tepi pantai ini kami bertemu dengan nelayan-nelayan tanpa kapal yang menjaring ikan dari pantai. Biasanya mereka tinggal selama dua malam kemudian mengangkut hasil laut mereka dengan motor ke luar.

Kurang dari dua jam mengayuh sepeda dari Pancur sampailah kami di Pantai Plengkung di Joyo’s Surf Camp. Penginapan untuk surfer ini sepi hanya penjaga yang sedang membakar sampah saja ada di komplek bungalow-bungalow yang tersembunyi di kerimbunan bambu. Sedang tidak musim surfing jadi tempat ini tutup sama seperti empat tempat lain yang ada di Plengkung.

Kami menuju ke pantai melewati heli pad, ya kalau enggan berlama-lama di jalan darat bisa menggunakan helicopter. Pantai di depan Joyo’s dilengkapi dengan tempat duduk pajang dan besar nikmat sekali untuk leyeh-leyeh.

Kami makan bekal yang kami bawa, dugaan ada warung di Pantai ini meleset. Sambil leyeh-leyeh di bangku panjang kami nikmati siang ini. Keinginan untuk mengunjungi tempat-tempat lain yang ada di Plengkung ini kami urungkan. Jalan sangat rusak, lumpur tebal sepanjang jalan sehingga sepedapun harus dituntun. Siang kami habiskan di bangku panjang yang rindang.

Makan siang yang terlambat di Pancur, ikan laut goreng, sayur bayam, tempe goreng, sambal dan telur mata sapi kami tandaskan. Sayang lauknya habis jadi kami bungkus nasi saja untuk makan malam. Kami lanjutkan ke padang pengembalaan Sadengan setelah mampir di Pesanggrahan Pantai Triangulasi untuk menaruh nasi. Tidak jauh padang Sadengan hanya sekitar lima belas menit naik sepeda.

Kami naik ke menara pandang untuk melihat binatang-binatang yang merumput. Banyak nih ada Banteng jatan yang berwarna hitam, banteng betina yang berwarna coklat, Sapi, Rusa dan Merak. Lebih banyak daripada di Taman Nasional Baluran.

Dari Sadengan kami lanjutkan perjalanan ke Pos Rowobendo, pos gerbang Taman Nasional Alas Purwo. Mau foto di gerbang Taman Nasional, kemarin naik ojek belum sempat. Selain di Pancur hanya di Rowobendo yang ada warungnya. Warung di Rowobendo lebih lengkap ada minuman dingin juga.

Menjelang gelap kami kembali ke Pantai Triangulasi. Esok pagi kami sudah memesan dijemput ojek jam 07.00 untuk melanjutkan perjalanan ke Taman Nasional Merubetiri.

Batangan – Karangente menggunakan bis umum jurusan Muncar Rp 8.000,- per orang
Mobil Karangente – Pasaranyar Rp 175.000,- carter satu mobil
Ojek Pasaranyar – Rowobendo – Pantai Triangulasi Rp 50.000,- satu motor sekali jalan
Tiket Taman Nasional Rp 2.500,-
Penginapan di Pantai Triangulasi Rp 30.000,- per orang per malam
Sewa sepeda Rp 30.000,- per sepeda

Taman Nasional Baluran :
http://alexdidit.multiply.com/photos/album/128/Empat_Taman_Nasional_dalam_satu_minggu_

Taman Nasional Alas Purwo :
http://alexdidit.multiply.com/photos/album/130/Taman_Nasional_Alas_Purwo_Ujung_Timur_Pulau_Jawa_bagian_Selatan

Taman Nasional Meru Betiri :
http://alexdidit.multiply.com/photos/album/132/Taman_Nasional_Meru_Betiri_sebentar_menengok_Teluk_Hijau

Taman Nasional Bromo – Tengger – Semeru :
http://alexdidit.multiply.com/photos/album/133

Labels: , , , , , , , , ,

Thursday, January 13, 2011

Empat Taman Nasional dalam satu minggu




Empat Taman Nasional dalam satu minggu diawali dengan Taman Nasional Baluran

Nggak kepikiran buat ke empat Taman Nasional, rencana awal hanya ke Taman Nasional Alas Purwo dan Taman Nasional Meru Betiri. Tiket pesawat beli on line empat hari sebelum berangkat, rencana awal sampai Surabaya langsung disambung dengan perjalanan darat ke Banyuwangi untuk bermalam. Satu hari sebelum berangkat terpikir kemungkinan untuk bermalam di Taman Nasional Baluran, jarak antara Baluran dan Banyuwangi yang nggak jauh membuat berubah rencana jadi bermalam di Taman Nasional Baluran. Nah ke Taman Nasional Bromo – Tengger – Semeru (BTS) juga dadakan, nggak kepikir awalnya. Pulang dari Meru Betiri menuju ke Surabaya untuk bermalam kepikiran karena kita akan lewat Probolinggo dan pesawat kembali ke Jakarta masih esok malam jadi mungkin sekali untuk bermalam di Bromo. Maka jadilah bermalam di Bromo ketimbang di Surabaya. Itulah makanya bisa ke Empat Taman Nasional dalam satu minggu.

TAMAN NASIONAL BALURAN, UJUNG TIMUR PULAU JAWA BAGIAN UTARA

Pesawat yang membawa kami terlambat satu jam dari rencana awal, jadilah kami baru terbang jam 08.00 menuju ke Surabaya, cuaca cerah, hari ini tanggal 2 Januari 2011.
Selesai mengurus bagasi, kami membawa dua buah tas ransel ukuran 60 liter lebih dengan isi perlengkapan camping lengkap, kami menuju ke terminal bis Purabaya di Bungurasih dengan Bis Damri dari Bandara Juanda. Sampai Bungurasih kami late brunch dulu, nasi pecel dan sekaligus cari informasi menuju ke Banyuwangi.

Ada dua jalan menuju ke Banyuwangi dari Surabaya satu lewat Situbondo dan satunya lewat Jember. Calo dan kernet bis di terminal tidak bisa dipercaya, informasi harus di cari tahu secara lengkap sendiri dan dari berbagai sumber jangan percaya hanya pada satu sumber informasi. Jam 11.00 kami sudah naik bis tujuan ke Banyuwangi, bis ekomoni dengan penumpang tidak sampai setengah kursi terisi.

Cerita tentang bis ini juga menjadi cerita tersendiri, dari awak bis kita tahu kalau jumlah penumpang terus menurun. Bahan Tahun baru, satu hari sebelumnyapun sepi penumpang. Dugaan awak bis ini disebabkan karena makin banyaknya pemilik motor yang memilih untuk bepergian dengan motornya sendiri. Hal ini membuat bis-bis menjadi kosong dan harus menunggu memenuhi kuota minimal untuk bisa jalan.

Sampailah kami di Probolinggo jam 13.30 dan setelah bis masuk ke terminal kenek bilang penumpang jurusan Jember pindah ke bis di depan. Saya kaget kok ada penumpang tujuan Jember, bukannya bis ini akan lewat Situbondo dan ternyata penumpang tujuan Banyuwangi juga di oper ke bis lain yang sudah ngetem di depan. Ya…bis yang kami naiki ternyata menaikkan penumpang semua jurusan untuk sampai di Probolinggo untuk kemudian dipindahkan ke bis lain. Ya ini salah satu dampak kurangnya penumpang juga sepertinya.

Perjalanan kami lanjutan dengan bis yang berbeda awalnya kami naik bis AC (AC-nya semilir aja nggak dingin) dan dipindah ke bis non AC (anginnya malah lebih segar), perpindahan penumpang ke bis lain ini penumpang tidak perlu membayar biaya lagi, tinggal menunjukkan sobekan karcis terdahulu dan nanti akan dibuatkan karcis baru lagi.

Perjalanan lancar, jam 16.20 sampailah kami di Situbondo dan untungnya kita tidak dioper ke bis lain, hanya menunggu sekitar lima belas menit untuk kemudian jalan lagi. Sambil menunggu saya turun dan mencari toko yang jualan spiritus untuk bahan bakar kompor Trangia yang kami bawa ternyata tidak ada yang jual di sekitar terminal.

Jam 18.00 kami turun di Batangan, pintu masuk ke Taman Nasional Baluran. Lapor ke Jagawana yang ada kita bilang mau bermalam di Pantai Bama. Sambil menunggu ojek yang akan mengantarkan, kita mencari makan malam dan penjual spiritus. Yang jual spiritus masih nggak nemu (inilah akibat bepergian dengan pesawat dan mepetnya waktu sehingga nggak sempet cari di Surabaya) untung yang jual pecel ayam masih ada jadilah kita bungkus untuk makan malam nanti.

Perjalanan dari Gerbang Batangan ke Pantai Bama melewati Padang Bekol. Jarak antara Batangan ke Padang Bekol sekitar 12 km dengan kondisi jalan yang tidak mulus lanjut ke pantai Bama tambah 3 km lagi dengan kondisi jalan yang lebih parah. Membonceng ojek dengan mengenakan ransel 20 kg di jalan tidak mulus dan licin sehabis hujan membutuhkan konsentrasi lebih buat pengendara dan pembonceng.

Satu jam lebih sedikit sampailah kami di Pantai Bama. Tedy dan Toha dari PEH (Penjaga Ekosistem Hutan) menyambut kami dan menjelaskan tentang penginapan yang ada di Pantai Bama. Selain itu ada Pak Misman dan Pak Bambang yang bertugas di kantin selama ada pengunjung.

Setelah makan pecel ayam kamipun tertidur di Pesanggrahan Pantai Bama, wuihh tadi pagi kami masih di Jakarta dan malam harinya kami ada di ujung Timur Pulau Jawa di sisi Utara.

Matahari belum keluar tapi sudah terang di sini, kicauan berbagai macam burung yang bertengger di pohon disamping Pesanggrahan membuat saya bangun. Jam 05.15 warna oranye dan merah matahari pagi mulai keluar. Laut sedang surut jauh dari bibir pantai. Lebar daerah pasang surut di Pantai Bama antara 200 – 500 meter. Enam kijang dikejauhan nampak berjalan beriringan di tepi pantai. Kami saling mengamati, mereka melihat kita dan kita melihat mereka. Matahari belum lagi keluar tetapi cahayanya sudah mendahului. Riuh rendah suara burung-burung menemani kami pagi ini.

Jam 06.30 kami sarapan di kantin, mie goreng instant. Pak Misman yang menyiapkan sarapan pagi kita menanyakan nanti siang akan makan atau tidak. Hanya ada kantin di Pantai Bama di Padang Bekol tidak ada dan karena kami tidak memdapatkan spirtus maka kami tergantung pada kantin. Kami minta dimasakkan makan siang, apa yang dihidangkan akan kami makan begitu kami bilang ke Pak Misman.

Jam 07.00 saat kehangatan matahari pagi mulai menemani, rombongan monyet berjalan beriringan di pantai. Dalam sekejap Pantai Bama dipenuhi oleh monyet-monyet. Hati-hati terhadap monyet-monyet ini, mereka suka mengambil makanan kalau membawa kantong kresek plastik hati-hati bisa direbut monyet-monyet itu. Mereka bermain diayunan, batang pohon, naik di kap mobil dan berkejar-kejaran di pantai. Keluarga Monyet keluar semua dari Bapak, Ibu, Kakek, Nenek sampai bayi monyet.

Hari ini kita akan trekking ke Padang Bekol sekitar 3,5 km jalan kaki lewat rute dalam. Jam 08.15 kami mulai perjalanan dengan membawa bekal cemilan dan minuman sekedarnya. Kami lewati jalan hutan yang bersebelahan dengan pantai. Tahun 2010 bisa dibilang tidak ada musim kemarau sehingga Taman Nasional Baluran yang kalau musim kemarau akan menjadi coklat kering saat kami datang berwarna hijau royo-royo. Setelah berjalan satu jam lebih sedikit sampailah kami di Pos Bekol.

Bekol adalah savannah luas dengan menara pandang di puncak bukit di belakang Pos. Pemandangan 360 derajat dari menara pandang ditambah seminir angin membuat nikmat untuk tidur siang sebentar. Rasa lapar membuat saya ingin kembali ke Pantai Bama untuk makan siang, jarak 3 km dari Padang Bekol ke Pantai Bama kami jalani dalam 45 menit antara lapar dan jalan datar lurus membuat kami berjalan agak cepat. Sampai Pantai Bama jam 12.30 pas untuk makan siang, hidangan yang tersedia langsung saya sikat. Nasi, mie Sedap rasa soto, mie Sedap goreng, perkedel jagung dan sambal menjadi menu yang sangat nikmat siang ini. Mie Sedap sepertinya menguasai pasar di daerah yang kami lalui, setiap saat yang dihidangkan pasti Mie Sedap. Saya baru pertama kali makan Mie Sedap rasa Soto dan enak juga.

Sore ini kami akan pindah ke Pesanggaran di Padang Bekol, kenyang makan siang saat leyeh-leyeh di bangku di tepi pantai yang dinaungi Pohon Asam yang besar. Sore hari kami diantar motor Pak Bambang pindah ke Padang Bekol. Kami memilih meninap di Pesanggrahan Wisma Rusa di lantai 2. Tempat kami menginap sudah dipasangi tralis sehingga tidak perlu takut akan gangguan monyet yang akan mengambil makanan.

Sore ini sunset di Menara Pandang Padang Bekol ditemani hujan rintik-rintik dan semilir angin.

Surabaya – Batangan menggunakan bis umum Rp 40.000,- Tiket Taman Nasional Rp 2.500,-
Ojek Batangan – Pantai Bama Rp 35.000,- per orang
Penginapan di Pantai Bama Rp 75.000,- per orang
Ojek Pantai Bama – Padang Bekol Rp 10.000,- per orang
Penginapan di Padang Bekol Rp 35.000,- ada juga yang Rp 50.000,- atau Rp 75.000,- per orang per malam tergantung tempat yang dipilih.
Mobil Padang Bekol – Batangan Rp 100.000,- satu mobil


Taman Nasional Baluran :
http://alexdidit.multiply.com/photos/album/128/Empat_Taman_Nasional_dalam_satu_minggu_

Taman Nasional Alas Purwo :
http://alexdidit.multiply.com/photos/album/130/Taman_Nasional_Alas_Purwo_Ujung_Timur_Pulau_Jawa_bagian_Selatan

Taman Nasional Meru Betiri :
http://alexdidit.multiply.com/photos/album/132/Taman_Nasional_Meru_Betiri_sebentar_menengok_Teluk_Hijau

Taman Nasional Bromo – Tengger – Semeru :
http://alexdidit.multiply.com/photos/album/133


Labels: , , , , , , , , ,

Empat Taman Nasional dalam satu minggu




Empat Taman Nasional dalam satu minggu diawali dengan Taman Nasional Baluran

Nggak kepikiran buat ke empat Taman Nasional, rencana awal hanya ke Taman Nasional Alas Purwo dan Taman Nasional Meru Betiri. Tiket pesawat beli on line empat hari sebelum berangkat, rencana awal sampai Surabaya langsung disambung dengan perjalanan darat ke Banyuwangi untuk bermalam. Satu hari sebelum berangkat terpikir kemungkinan untuk bermalam di Taman Nasional Baluran, jarak antara Baluran dan Banyuwangi yang nggak jauh membuat berubah rencana jadi bermalam di Taman Nasional Baluran. Nah ke Taman Nasional Bromo – Tengger – Semeru (BTS) juga dadakan, nggak kepikir awalnya. Pulang dari Meru Betiri menuju ke Surabaya untuk bermalam kepikiran karena kita akan lewat Probolinggo dan pesawat kembali ke Jakarta masih esok malam jadi mungkin sekali untuk bermalam di Bromo. Maka jadilah bermalam di Bromo ketimbang di Surabaya. Itulah makanya bisa ke Empat Taman Nasional dalam satu minggu.

TAMAN NASIONAL BALURAN, UJUNG TIMUR PULAU JAWA BAGIAN UTARA

Pesawat yang membawa kami terlambat satu jam dari rencana awal, jadilah kami baru terbang jam 08.00 menuju ke Surabaya, cuaca cerah, hari ini tanggal 2 Januari 2011.
Selesai mengurus bagasi, kami membawa dua buah tas ransel ukuran 60 liter lebih dengan isi perlengkapan camping lengkap, kami menuju ke terminal bis Purabaya di Bungurasih dengan Bis Damri dari Bandara Juanda. Sampai Bungurasih kami late brunch dulu, nasi pecel dan sekaligus cari informasi menuju ke Banyuwangi.

Ada dua jalan menuju ke Banyuwangi dari Surabaya satu lewat Situbondo dan satunya lewat Jember. Calo dan kernet bis di terminal tidak bisa dipercaya, informasi harus di cari tahu secara lengkap sendiri dan dari berbagai sumber jangan percaya hanya pada satu sumber informasi. Jam 11.00 kami sudah naik bis tujuan ke Banyuwangi, bis ekomoni dengan penumpang tidak sampai setengah kursi terisi.

Cerita tentang bis ini juga menjadi cerita tersendiri, dari awak bis kita tahu kalau jumlah penumpang terus menurun. Bahan Tahun baru, satu hari sebelumnyapun sepi penumpang. Dugaan awak bis ini disebabkan karena makin banyaknya pemilik motor yang memilih untuk bepergian dengan motornya sendiri. Hal ini membuat bis-bis menjadi kosong dan harus menunggu memenuhi kuota minimal untuk bisa jalan.

Sampailah kami di Probolinggo jam 13.30 dan setelah bis masuk ke terminal kenek bilang penumpang jurusan Jember pindah ke bis di depan. Saya kaget kok ada penumpang tujuan Jember, bukannya bis ini akan lewat Situbondo dan ternyata penumpang tujuan Banyuwangi juga di oper ke bis lain yang sudah ngetem di depan. Ya…bis yang kami naiki ternyata menaikkan penumpang semua jurusan untuk sampai di Probolinggo untuk kemudian dipindahkan ke bis lain. Ya ini salah satu dampak kurangnya penumpang juga sepertinya.

Perjalanan kami lanjutan dengan bis yang berbeda awalnya kami naik bis AC (AC-nya semilir aja nggak dingin) dan dipindah ke bis non AC (anginnya malah lebih segar), perpindahan penumpang ke bis lain ini penumpang tidak perlu membayar biaya lagi, tinggal menunjukkan sobekan karcis terdahulu dan nanti akan dibuatkan karcis baru lagi.

Perjalanan lancar, jam 16.20 sampailah kami di Situbondo dan untungnya kita tidak dioper ke bis lain, hanya menunggu sekitar lima belas menit untuk kemudian jalan lagi. Sambil menunggu saya turun dan mencari toko yang jualan spiritus untuk bahan bakar kompor Trangia yang kami bawa ternyata tidak ada yang jual di sekitar terminal.

Jam 18.00 kami turun di Batangan, pintu masuk ke Taman Nasional Baluran. Lapor ke Jagawana yang ada kita bilang mau bermalam di Pantai Bama. Sambil menunggu ojek yang akan mengantarkan, kita mencari makan malam dan penjual spiritus. Yang jual spiritus masih nggak nemu (inilah akibat bepergian dengan pesawat dan mepetnya waktu sehingga nggak sempet cari di Surabaya) untung yang jual pecel ayam masih ada jadilah kita bungkus untuk makan malam nanti.

Perjalanan dari Gerbang Batangan ke Pantai Bama melewati Padang Bekol. Jarak antara Batangan ke Padang Bekol sekitar 12 km dengan kondisi jalan yang tidak mulus lanjut ke pantai Bama tambah 3 km lagi dengan kondisi jalan yang lebih parah. Membonceng ojek dengan mengenakan ransel 20 kg di jalan tidak mulus dan licin sehabis hujan membutuhkan konsentrasi lebih buat pengendara dan pembonceng.

Satu jam lebih sedikit sampailah kami di Pantai Bama. Tedy dan Toha dari PEH (Penjaga Ekosistem Hutan) menyambut kami dan menjelaskan tentang penginapan yang ada di Pantai Bama. Selain itu ada Pak Misman dan Pak Bambang yang bertugas di kantin selama ada pengunjung.

Setelah makan pecel ayam kamipun tertidur di Pesanggrahan Pantai Bama, wuihh tadi pagi kami masih di Jakarta dan malam harinya kami ada di ujung Timur Pulau Jawa di sisi Utara.

Matahari belum keluar tapi sudah terang di sini, kicauan berbagai macam burung yang bertengger di pohon disamping Pesanggrahan membuat saya bangun. Jam 05.15 warna oranye dan merah matahari pagi mulai keluar. Laut sedang surut jauh dari bibir pantai. Lebar daerah pasang surut di Pantai Bama antara 200 – 500 meter. Enam kijang dikejauhan nampak berjalan beriringan di tepi pantai. Kami saling mengamati, mereka melihat kita dan kita melihat mereka. Matahari belum lagi keluar tetapi cahayanya sudah mendahului. Riuh rendah suara burung-burung menemani kami pagi ini.

Jam 06.30 kami sarapan di kantin, mie goreng instant. Pak Misman yang menyiapkan sarapan pagi kita menanyakan nanti siang akan makan atau tidak. Hanya ada kantin di Pantai Bama di Padang Bekol tidak ada dan karena kami tidak memdapatkan spirtus maka kami tergantung pada kantin. Kami minta dimasakkan makan siang, apa yang dihidangkan akan kami makan begitu kami bilang ke Pak Misman.

Jam 07.00 saat kehangatan matahari pagi mulai menemani, rombongan monyet berjalan beriringan di pantai. Dalam sekejap Pantai Bama dipenuhi oleh monyet-monyet. Hati-hati terhadap monyet-monyet ini, mereka suka mengambil makanan kalau membawa kantong kresek plastik hati-hati bisa direbut monyet-monyet itu. Mereka bermain diayunan, batang pohon, naik di kap mobil dan berkejar-kejaran di pantai. Keluarga Monyet keluar semua dari Bapak, Ibu, Kakek, Nenek sampai bayi monyet.

Hari ini kita akan trekking ke Padang Bekol sekitar 3,5 km jalan kaki lewat rute dalam. Jam 08.15 kami mulai perjalanan dengan membawa bekal cemilan dan minuman sekedarnya. Kami lewati jalan hutan yang bersebelahan dengan pantai. Tahun 2010 bisa dibilang tidak ada musim kemarau sehingga Taman Nasional Baluran yang kalau musim kemarau akan menjadi coklat kering saat kami datang berwarna hijau royo-royo. Setelah berjalan satu jam lebih sedikit sampailah kami di Pos Bekol.

Bekol adalah savannah luas dengan menara pandang di puncak bukit di belakang Pos. Pemandangan 360 derajat dari menara pandang ditambah seminir angin membuat nikmat untuk tidur siang sebentar. Rasa lapar membuat saya ingin kembali ke Pantai Bama untuk makan siang, jarak 3 km dari Padang Bekol ke Pantai Bama kami jalani dalam 45 menit antara lapar dan jalan datar lurus membuat kami berjalan agak cepat. Sampai Pantai Bama jam 12.30 pas untuk makan siang, hidangan yang tersedia langsung saya sikat. Nasi, mie Sedap rasa soto, mie Sedap goreng, perkedel jagung dan sambal menjadi menu yang sangat nikmat siang ini. Mie Sedap sepertinya menguasai pasar di daerah yang kami lalui, setiap saat yang dihidangkan pasti Mie Sedap. Saya baru pertama kali makan Mie Sedap rasa Soto dan enak juga.

Sore ini kami akan pindah ke Pesanggaran di Padang Bekol, kenyang makan siang saat leyeh-leyeh di bangku di tepi pantai yang dinaungi Pohon Asam yang besar. Sore hari kami diantar motor Pak Bambang pindah ke Padang Bekol. Kami memilih meninap di Pesanggrahan Wisma Rusa di lantai 2. Tempat kami menginap sudah dipasangi tralis sehingga tidak perlu takut akan gangguan monyet yang akan mengambil makanan.

Sore ini sunset di Menara Pandang Padang Bekol ditemani hujan rintik-rintik dan semilir angin.

Surabaya – Batangan menggunakan bis umum Rp 40.000,- Tiket Taman Nasional Rp 2.500,-
Ojek Batangan – Pantai Bama Rp 35.000,- per orang
Penginapan di Pantai Bama Rp 75.000,- per orang
Ojek Pantai Bama – Padang Bekol Rp 10.000,- per orang
Penginapan di Padang Bekol Rp 35.000,- ada juga yang Rp 50.000,- atau Rp 75.000,- per orang per malam tergantung tempat yang dipilih.
Mobil Padang Bekol – Batangan Rp 100.000,- satu mobil


Taman Nasional Baluran :
http://alexdidit.multiply.com/photos/album/128/Empat_Taman_Nasional_dalam_satu_minggu_

Taman Nasional Alas Purwo :
http://alexdidit.multiply.com/photos/album/130/Taman_Nasional_Alas_Purwo_Ujung_Timur_Pulau_Jawa_bagian_Selatan

Taman Nasional Meru Betiri :
http://alexdidit.multiply.com/photos/album/132/Taman_Nasional_Meru_Betiri_sebentar_menengok_Teluk_Hijau

Taman Nasional Bromo – Tengger – Semeru :
http://alexdidit.multiply.com/photos/album/133


Labels: , , , , , , , , ,