Gua Sebel Jalan Batu
Saat trekking, gua paling sebel kalo nemuin jalan yang jalurnya terdiri dari bebatuan yang tersusun rapi menjadi undak-undakan.
Kesebelan gua karena : jalan kaya gitu malah bikin kita gampang kepleset kalo pake sepatu trekking, susah mancari pijakan yang aman karena mau datar atau lancip tetap aja potensi keplesetnya ada. Kalo udah kepleset paling nggak keluar energi buat menyeimbangkan diri. Buat ngangkat beban di punggung aja udah mikir keras apalagi kalo mesti mikirin kepleset.
Jalan paling enak adalah jalan tanah dengan sedikit bebatuan. Makanya gua lebih suka naik lewat Gunung Putri dibandingkan lewat Cibodas kalo mau ke Gunung Gede. Jalan tanah itu membuat gua jalan lebih nyaman nggak perlu mikirin harus milih batu mana biar nggak kepleset.
Hari Jumat. 11 Maret yang lalu setelah sekian lama nggak jalan-jalan, gua ikutan ke Kawah Ratu. Perjalanan Pendek Calon Anggota MAPALA UI. Berangkat jam 17.00 dari Depok ke Bogor dulu naik Kereta cukup nebus ongkos Rp 2000 per orang. Sampai di Bogor dari pada repot kita milih carter aja angkok langsung ke Cidahu. Supirnya ternyata nggak tahu-tahu amat Cidahu di mana waktu dia tanya jauh nggak dari Jalan Raya sampai Cidahunya, kita bilang aja 10 km. Setelah sepakat, rada males nawar juga jadi deh Rp 100.000 buat 7 orang.
Sampe Cidahu jam 21.00 kebetulan anak-anak yang berangkat duluan pake 2 tronton dari Depok lagi briefing ya udah kita ndiriin tenda dulu. Lamanya bukan ndiriin tendanya tapi nyari lokasi yang enak buat fly sheet. Setelah tiga kali pindah lokasi akhirnya kita menemukan tempat yang cocok.
Mantap nih tempat buat camping, di depan kita lihat city light dengan latar belakang bayangan gunung Gede dan Pangrango. Di sebelah kiri kita bisa lihat bayangan Gunung Salak. Mantap deh pemandangannya.
Sambil nyanyi-nyanyi diiringi mini orchestra dan masak cemilan akhirnya kita tidur jam 03.00. Kebangun pagi-pagi gara-gara anak-anak udah pada berisik ya bangun deh jam 06.00. Tapi gak percuma masih kebagian sun rise dikit nyembul dari balik Gunung Pangrango. Masak makan pagi biasa nasi goreng, dengan nasi yang udah dibeli tadi malam tambah lauk nugget ayam dan telur dadar. Sayang bumbu instant yang dibeli gak enak walaupun udah ditambah bawang Bombay, bawang merah dan bawang putih serta kecap, merica dan garam.
Setelah perkenalan, pemanasan dan permainan dengan dibimbing oleh instruktur Tegar dan Anast akhirnya kita mulai jalan jam 10.00 ke Kawah Ratu.
10 menit pertama kita masih jalan di jalan aspal, ada usulan buat nebeng truk yang ke Javana Spa, tapi kok ya nggak lewat-lewat, ya akhirnya jalan aja deh. Mulai masuk jalan ke Kawah Ratu kita disuguhi dengan tanjakan yang lumayan tinggi. Setelah tanjakan itu mulailah jalan yang menyebalkan, jalan batu…..
Perjalanan santai nih karena kita rombongan besar jadi sering berhenti nunggu komplit selain itu juga gua nggak bawa banyak barang. Udah dibawain Tegar sama Tebing. Jam 15.00 kita sampai di lapangan buat ngecamp. Masang tenda susah di sini karena bukan tanah tapi batu semua dasarnya jadi pasar susah nembus alhasil pasak kita ganti sama batu kali yang gede-gede. Mantap lah berdiri tenda dan fly sheet.
Hujan yang sempat menguyur tak mengganggu aktivitas memasak kita, terima kasih untuk fly sheet yang berdiri dengan kencang. Makan malam yang nikmat diselingi bercandaan segar membuat malam cepat berlalu.
Malam ini kita nyanyi-nyanyi dengan adanya 4 orang gitaris (Topan, Dede, Tebing, dan Wening) sampai di stop panitia jam 01.00. Karena nanyi dengan alat musik dilarang maka diganti dengan nembang dan artinya. Wening menembangkan Lir… Ilir
Makna yang terkandung di dalam tembang itu ternyata sangat dalam.
Ini kira-kira artinya yang mirip sama diceritakan Wening gua ambil dari :
http://www.republika.co.id/suplemen/cetak_detail.asp?mid=5&id=146947&kat_id=105&kat_id1=147&kat_id2=185
Ada satu lagi tembang buat kanak-kanak yang terkenal yang diberi judul Ilir-ilir. Bunyi selengkapnya : "Lir-ilir, lir ilir, tandure wing angilir, sing ijo royo-royo, tak sengguh kemanten anyar. cah angon, cah angon, penekno blimbing kuwi, lunyu-lunyu penekno kanggo masuh dodotiro. dodotiro-dodotiro, kumitir bedah ing pinggir, dondomana jrumatana, kanggo sebo mengko sore, mumpung gede rembulane, mumpung jembar kalangane, ndak sorak hore."
Maksudnya adalah: sang bayi yang baru lahir di dalam dunia ini masih suci bersih, murni, sehingga ibarat seperti penganten baru, siapa saja ingin memandangnya, "bocah angon" (pengembala) itu diumpamakan santri, mualim, artinya orang yang menjalankan syariat agama. Sedangkan "blimbing" diibaratkan blimbing itu mempunyai/terdiri dari lima belahannya, maksudnya untuk menjalankan shalat lima waktu.
Meskipun "lunyu-lunyu" (licin), tolong panjatkan juga, kendatipun sembahyang itu susah, namun kerjakanlah, buat membasuh "dodotira-dodotira, kumitir bedah ing pinggir" maksudnya kendatipun shalat itu susah, tetapi kerjakan guna membasuh hati dan jiwa kita yang kotor ini.
"Dondomono, jrumatana, kanggo sebo mengko sore, dan surak-surak hore". Maksudnya " bahwa orang hidup di dalam dunia ini senantiasa condong kearah berbuat dosa, segan mengerjakan yang baik dan benar serta utama, sehingga dengan menjalankan shalat itu diharapkan besuk di kelak kemudian dapat kita buat sebagai bekal kita dalam menghadap ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, bekal itu adalah beramal saleh.
Tak terasa malam berlalu dan kitapun tertidur. Anak-anak ini emang kelewat rajin jam 05.00 masih gelap udah pada bangun.
Ya… Udah hari Minggu, kata Dede paling nggak enak kalo tahu itu akan berakhir. Ya hari ini akhir perjalanan pendek kita. Berakhirlah jalan bersama teman-teman yang telah gua kenal 10 tahun lalu maupun yang baru gua kenal hari. Ya akhirnya kita kembali ke dunia nyata.