Taman Nasional Bromo
Taman Nasional Bromo - Tengger - Semeru, menutup perjalanan
Jam 06.00 pagi, Pak Silas sudah menjemput kami. Pak Silas dengan Suzuki Carrynya melayani rute Sarongan ke Pesanggaran, semalam Pak Pur minta agar Pak Silas menjemput kami di Rajegwesi. Memang pagi hari jadwal keberangkatannya dari Sarongan. Setelah sarapan dan berpamitan dengan Pak Pur dan Mbak Nurul kamipun naik ke dalam mobil .
Selain menjemput beberapa penumpang lain di Sarongan, dia juga melayani jasa pembelian titipan barang-barang kebutuhan sehari-hari di Pesanggaran. Kami berhenti di satu warung dan naiklah tempat telur dan jerigan minyak, Pak Silas dititipi uang untuk belanja serta daftar barang belanjaan lainnya. Nanti setelah mengantarkan penumpang sampai di Pesanggaran maka diapun akan belanja titipan.
Jalan perkebunan yang kurang bagus membuat satu setengah jam kemudian kami baru tiba di Pesanggaran. Bis lanjutan yang akan mengantarkan kami ke Jajag sudah menunggu. Bis kecil ini sudah mempunyai jadwal yang tetap sehingga keberangkatnnya bisa dipastikan, tidak perlu menunggu terlalu lama.
Tiba di Jajag bis tujuan Surabaya via Jember pas baru sampai maka kamipun langsung pindah bis. Sampai di bis ini kami belum memutuskan apakah kami akan langsung ke Surabaya ataukan mampir ke Bromo. Setelah mengecek kondisi Bromo lewat berita dan telepon penginapan di sana kamipun memastikan memilih menginap di Bromo ketimbang di Surabaya. Esok hari pesawat kami ke Jakarta akan terbang jam 19.30 jadi masih ada cukup waktu kalau siang hari kami berangkat dari Bromo langsung ke Juanda.
Kami turun di terminal Probolinggo kurang lebih jam 14.00, langsung ke pangkalan kendaraan yang menuju ke Bromo. Ransel kami masukkan ke mobil ELF itu dan kamipun makan siang. Kendaraan ke Bromo dikenal dengan lamanya ngetem, sampai penumpang penuh baru jalan kadang kalau penumpang kurang mereka hanya mau di carter. Hal ini dilakukan untuk menutupi biaya operasiobal kalau tidak carter tidak bisa nutup. Belakangan ini jumlah wisatawan dan penumpang ke Bromo sangat berkurang, penduduk yang sudah banyak menggunakan motor pribadi untuk mobilisasi dan kondisi Bromo yang baru dan masih erupsi membuat jumlah penumpang sangat sedikit.
Sampai dua jam kemudian, jam 16.00, jumlah penumpang hanya 3 orang. Solusi yang ditawarkan adalah carter. Rp 75.000,- per orang harga penawaran awal dari ongkos normal Rp 25.000,- per orang. Akhinya disepakati harga Rp 200.000,- yang akan dibagi diantara 3 penumpang yang akan ke Bromo.
Makin lama, makin besar saja kendaraan yang kami carter. Diawali dengan Suzuki Carry kemudian Mitsubishi Colt L 300 dan diakhiri dengan Mitsubishi ELF.
Sampai Sukapura kabut tebal menyambut kami, dingin. Lewat Sukapura mulai tampak tumpukan abu Bromo di sepanjang jalan, pohon-pohon yang rebah tak kuat menahan beban abu di ranting dan dahan-dahannya, tanaman sayuran yang tertutup abu dan genteng rumah yang berselimutkan abu. Tak lama kami liat asap hitam yang membumbung ke udara….. baru dua puluh menit kemudian kami tiba di bibir Plateau dan melihat Bromo dengan asapnya.
Mutar-mutar cari penginapan di Cemoro Lawang, beberapa penginapan saja yang buka pasca erupsi dua minggu sebelumnya. Sampai saat inipun masih hujan abu tetapi biasanya jatuh lewat dari Cemoro Lawang jadi desa ini bebas dari hujan abu.
Cahaya matahari tenggelam sempat kami nikmati bersama dinginnya udara diketinggian sekitar 2400 meter di atas permukaan laut. Listrik belum menyala di Desa ini sehingga hanya beberapa bagian saja yang menggunakan genset yang mempunyai penerangan.
Esok paginya kami menuju ke Pananjakan 2 menggunakan ojek. Jalan ke Pananjakan 1 belum dibuka, masih banyak pohon tumbang dan belum dibersihkan. Seperti kata Mas Budi, tukang ojek saya, Pak Kepala Dusun belum member izin. “Bromo belum selesai…”, katanya.
Turun dari ojek ternyata masih dilanjutkan dengan berjalan kaki sampai ke pos pengamatan. Segera kami gunakan head lamp untuk melanjutkan perjalanan. Jalan mendaki dengan banyak tertutup pohon tumbang membuat kami harus mencari-cari jalan, tas dan jaket kamipun ditempeli debu-debu gunung. Sampai di pos pengamatan Pananjalan 2 belum ada orang dan masih gelap. Kami duduk menunggu cahaya matahari keluar.
Bersamaan dengan keluarnya cahaya pagi tampaklah Gunung Bromo dengan asapnya ditengah-tegah Plateau. Para pengunjung lebih memperhatikan Gunung Bromonya ketimbang ke matahari terbit. Matahari terbit pagi ini tertutup awan dan ketika lebih naik lagi tertutup asap Bromo jadi jam 10.00 pagi masih seperti pagi hari karena matahari tertutup asap Bromo.
Gunung Semeru, Gunung Belimbing dan Gunung Bromo di tengah plateau. Pemandangan yang sangat indah…..
Malam ini kami kembali ke Jakarta lewat Juanda, Surabaya. Selesailah perjalanan kali ini, tak direncanakan sebelumnya kami bisa mendatangi empat Taman Nasional.
Terima kasih buat semuanya.
Mobil Rajegwesi – Pesanggaran Rp 35.000,- per orang
Bis Pesanggaran – Jajag Rp 10.000,- per orang
Bis Jajag – Probolinggo Rp 20.000,- per orang
Mobil Probolinggo – Cemoro Lawang Rp 200.000,- carter satu mobil
Penginapan Cemara Indah Rp 315.000,- satu malam
Mobil Cemoro Lawang – Probolinggo Rp 25.000,- per orang
Bis Patas AC Probolinggo – Surabaya Rp 23.000,- per orang
Taman Nasional Baluran :
http://alexdidit.multiply.com/photos/album/128/Empat_Taman_Nasional_dalam_satu_minggu_
Taman Nasional Alas Purwo :
http://alexdidit.multiply.com/photos/album/130/Taman_Nasional_Alas_Purwo_Ujung_Timur_Pulau_Jawa_bagian_Selatan
Taman Nasional Meru Betiri :
http://alexdidit.multiply.com/photos/album/132/Taman_Nasional_Meru_Betiri_sebentar_menengok_Teluk_Hijau
Taman Nasional Bromo – Tengger – Semeru :
http://alexdidit.multiply.com/photos/album/133
Labels: bromo, cemorolawang, erupsibromo, hujanabu, pananjakan, semeru, sukapura, tengger