Menghilang dari Jakarta, hari pertama di Suranadi
Hari Minggu tgl 14 Agustus 2005
Garuda 420 mengudara jam 10.25 untuk kemudian transit di Yogyakarta. Nggak lama kok transitnya hanya sekitar 30 menit. Di Adi Sucipto kita ketemu sama Tegar yang baru balik dari Prambanan (cerita lengkapnya bisa dibaca di blognya Tegar :
http://catatankecil.blogs.friendster.com
Jam 14.25 pesawat kita sudah mendarat di Bandara Selaparang yang terletak di kecamatan Ampenan. (Kalau mendengar Ampenan, Matram dan Cakranegara, jangan berpikiran itu tiga daerah yang berjauhan. Tiga kota itu bisa dibilang terletak di satu jalan raya dengan jarak sekitar 8 km). Tiket Soekarno Hatta ke Selaparang kita tebus dengan harga Rp 793.600,- per orang ada Lion yang lebih murah dengan transit 2 jam di Surabaya tapi pilihan jatuh ke Garuda karena transit hanya 30 menit.
Kolam Renang di Hotel Suranadi, airnya seger banget.
Setelah selesai konfirmasi ulang tiket Merpati untuk kembali ke Denpasar, aku segera menghubungi penjemput kita, Dwi. Ternyata Dwi masih dalam perjalanan sehingga kami menunggu di bandara sekitar 15 menit. Dwi adalah anak kedua Bu Surya, seorang pemilih restaurant di Suranadi, teman dekat Sarah yang rumahnya di Suranadi akan menjadi tempat kami menginap malam ini.
Setelah bertemu dan berkenalan dengan Dwi kami langsung menuju ke Suranadi. Perjalanan dari Selaparang ke Suranadi sekitar 30 menit. Suranadi bisa dibilang daerah yang tidak terlalu besar. Pintu masuk ke Suranadi adalah Hutan Wisata Alam, kita akan disambut oleh monyet-monyet yang menunggu di pinggir jalan, tak berapa jauh dari situ terdapat Pasar, Pura Suranadi dan Hotel Suranadi. Di Pasar Suranadi kita akan menemukan penjual dodol Suranadi dan sate sapi.
Hotel Suranadi berseberangan dengan Pura Suranadi. Pura Suranadi termasuk dalam salah satu Pura paling suci di Lombok. Pembakaran mayat (Ngaben) harus menggunakan air dari sumber-sumber air di Suranadi. Hotel Suranadi sendiri berdiri sejak jaman Belanda masih berkuasa di Indonesia. Nampaknya Suranadi mejadi daerah tujuan wisata tuan-tuan dan nyonya-nyonya dari Belanda. Hotel Suranadi dilengkapi dengan kolam renang yang sejuk malah agak dingin. Kolam dengan dasar bukan semen ataupun porselen tetapi taburan kerikil dan batu kali. Sekalian pijat kaki.
Keliatankan dasar kolamnya ? Memang dari batu-batu dasar Kolam Renang Suranadi, jadi bisa sekalian pijat kaki.
Sampai di Suranadi, kami langsung menuju ke restaurant lesehan Surya (semua restaurant yang kami temui di Lombok pasti ada lesehan di bawah dangau yang disebut Beraya). Rombongan pemyambut terdiri dari Bu Surya, pemilik restaurant dan pengelola penginapan Pondok Surya (cek di buku keluaran Lonley Planet tentang Suranadi pasti ada nama penginapan Pondok Surya yang sayangnya sedang direnovasi saat ini), Isodorus, penjaga rumah yang akan kami inapi nanti malam serta Anam guide dari Suranadi. Setelah berkenalan kami langsung diantar ke rumah Sarah yang akan kami inapi. Agak jauh dari Pura Suranadi sekitar 1 km perjalanan masuk ke perkampungan penduduk. Terletak di ketinggian dengan pemandangan di Timur rumah sebuah Pura dan empat buah pancuran yang selalu mengucurkan air dengan deras. Setiap hari penduduk sekitar menggunakan pancuran tersebut untuk mandi dan mencuci. Gunung Rinjani akan terlihat di sebelah Utara jika udara cerah pada pagi dan sore hari menjelang matahari tenggelam. Kami berdua hanya menaruh backpack di rumah dan kembali lagi naik mobil ke Restaurant Surya, laper euyyy udah jam 15.30 dan kami hanya makan roti tadi waktu di pesawat.
Menu makan siang di Restaurant Lesehan Surya di Suranadi, plecing kangkung dan ikan bakar......nyam.....nyammmm
Menu makan siang kami kali ini Plecing Kangkung (jadi makanan wajib kita selama di Lombok nih, kangkungnya kok beda ya sama yang biasa gua makan di Jakarta. Ini emang beneran beda atau hanya sensasi dan romantisme tempat aja) dan Ikan bakar.
Selesai makan siang kami jalan-jalan keliling Suranadi. Mulai dari Hotel Suranadi kita main di kolam renang yang jernih sekali airnya. Ada beberapa keluarga yang tengah berenang, dengan membayar Rp 6000 per orang kejernihan dan kedinginan di Kolam Renang Suranadi bisa kita rasakan.
Dari Kolam renang Suranadi kita jalan ke Pura sekitaran Suranadi. Jalan di antara sawah sampai akhirnya tembus di jalan raya. Kita melewati Hutan Wisata Alam yang banyak monyet menunggu di pinggir jalan, nggak masuk ke hutannya hanya jalan di depannya dari situ kita jalan-jalan di Pasar Suranadi. Liat-liat dodol dan makan sate sapi.
Sunset nggak keliatan jelas karena tenggelam di atas pucuk-pucuk pohon kelapa dan awan. Setelah gelap kita kembali ke rumah untuk mandi dan istirahat. Nggak lupa beli nasi putih buat makan malam, lauknya udah beli di Adi Sucipto waktu transit tadi siang. Fika beli Ayam Goreng Mbok Sabar, kangen dia sama tuh ayam goreng.
Sate Sapi, mau daging atau hati atau jeroan lainnya ? Lontongnya kecil-kecil.
2 Comments:
saya juga berencana ke lombok mas agustus nanti...
di suranadi ini..apa cuma air dingin aja yang ada??
coz saya liat di salah satu blog, katanya terdapat air panas juga...
Saya nggak tahu kalau ada Air Panas di Suranadi. Yang ini sih kolam air dingin dan emang beneran dingin bangettttt
Post a Comment
<< Home