Monday, July 11, 2005

Pasukan Keraton Yogyakarta

Ketika baru lulus SMP, kami berdelapan mendaftar untuk masuk ke Seminari Menengah di Mertoyodan. Selesai test tertulis dan wawancara kami berlibur di Yogyakarta. Pada kesempatan di Yogyakarta ini pertama kali saya mencoba Masangin (masuk lewat dua beringin).

Dua buah pohon beringin yang ada di Alun-alun Selatan Kraton Yogyakarta ini tampak kokoh berdiri. Di kelilingi tembok putih dengan penerangan lampu di empat sisinya. Dua buah beringin ini terdapat di tengah-tengah alun-alun Selatan Keraton Yogyakarta.

Lebih 15 tahun yang lalu ketika saya mencoba Masangin ini hanya dua orang yang bisa melewati kedua beringin ini dengan mata tertutup, saya termasuk salah satu diantaranya. Sisanya nggak ada yang bisa berjalan lurus untuk melewati kedua beringin ini. Jarak yang harus ditempuh sekitar 30-40 meter berjalan di atas rumput tebal dan jarak antara kedua beringin ini yang harus dimasuki sekitar 8-10 meter. Jadi kita seperti berjalan dari tengah lapangan bola dengan mata tertutup dan harus masuk ke gawang. Nah seperti itu kira-kira Masangin.

Anehnya banyak yang berputar-putar nggak nemu arah. Padahal kita tinggal jalan lurus ke depan. Ada yang setelah berjalan 10 meter justru berbalik arah ada yang melenceng jauh ke kiri atau ke kanan sampai ke jalan aspal yang jaraknya lebih dari 100 meter dari dua beringin itu.

Pengalaman ini terulang kembali ketika saya mengunjungi Jogja, ini kedua kalinya saya mencoba. Lima orang yang mencoba dan hanya saya dan Tegar yang bisa masuk ke dua beringin itu. Itupun setelah waktu pertama kali saya kebuang ke kiri dan baru berhasil pada percobaan kedua. Wening bilang, jaman dulu ini merupakan salah satu test untuk bisa menjadi Perajurit Keraton Yogyakarta. He...he...he... Gar, kita udah lolos satu test nih untuk jadi Perajurit Keraton Yogyakarta. Siapa tahu mereka butuh Legiun Asing dari Cibinong.

Sekarang sudah ada yang menyewakan penutup mata, sekali pinjam bayar Rp 2000 satu tutup mata bisa digunakan bergantian. Seharusnya sekarang lebih mudah karena lapangan rumput yang dulu hijau tebal telah terkikis karena banyaknya orang yang mencoba Masangin. Paling nggak bisa meraba dengan kaki kalau sudah menginjak rumput berarti sudah tidak berada di jalur yang seharusnya. Walaupun cara itu diterapkan tetap saja banyak yang nyasar jauh dari tujuan. Ada seorang teman yang bilang kalo ini hanya masalah menjaga keseimbangan saja. Menjaga jalan lurus terus ke depan jangan belok-belok, ternyata sulit juga agar bisa jalan lurus kedepan masuk ke celah antara dua beringin itu.

Sensasi yang saya rasakah lebih dari 15 tahun lalu terulang kembali. Setelah berjalan dengan mata tertutup dan makin mendekati celah antara kedua beringin itu suasana yang saya rasakan justru terasa makin gelap. Walaupun dengan mata tertutup kita bisa merasakan cahaya yang ada justru makin berkurang padahal ada lampu diempat sisi pagar beringin itu. Degup jantung terasa semakin sering mengiringi langkah kaki. Tiap kali langkah terayun mendekati kedua beringin itu justru dada terasa semakin berat seperti ada beban yang ditimpakan. Suasana sekitar serasa sepeti tidak ada orang disekeliling kita padahal teman-teman saya mengiringi perjalanan saya dan berdiri 2-3 meter di dekat saya. Makin lama terasa makin gelap dan akhirnya saya bisa membuka tutup mata setelah tepuk tangan bergema tanda lolos masangin.

Lebih lima belas tahun yang lalu, sekembalinya di Jakarta saya menerima surat bahwa saya diterima di Seminari Mertoyudan. Kata orang kalau kita bisa masuk ke antara dua beringin itu keinginan kita akan terwujud karena ketulusan hati kita.

Seperti kata Jack Palance, " Believe it or not!"

Image hosted by Photobucket.com
Foto oleh : Wahyu Wening

0 Comments:

Post a Comment

<< Home