Thursday, August 25, 2005

Menghilang dari Jakarta, hari ke 3, Selasa 16 Agustus 2005. Gili Terawangan ke Sengigi

Bangun jam 08.00 terus kita sarapan dilayani sama Eko. Gua makan roti dan telur, Fika sarapan banana pancake. Maunya sih nasi goreng sayang nggak tersedia. Dasar perut Melayu. Abis sarapan kita mandi dan langsung cek out.

Jam 10.30 kita udah nunggu public boat di pelabuhan ternyata baru jalan tuh public boat jam 12.30, pas kuota penumpang sudah terisi. Lama nunggu penuhnya. Kalao mau pergi dari Gili Terawangan lebih baik pagi hari jam 08.00 atau 09.00. Kita sempet ditawarin buat carter Rp 300.000,- ke Bangsal disangkain turis dari Thailand kali ya diajak ngomong Inggris.

Perjalanan pulang kali ini ombak ada besar, perahu terombang-ambing dan kadang lunas kapal menghajar lembah ombak menimbulkan bunyi yang keras. Mana nggak ada cadiknya lagi, tambah serem aja. Untung langit cerah dan Bangsal sudah kelihatan, tapi masalah lain timbul waktu mau merapat. Ombak besar menyulitkan untuk merapat hamper 15 menit kita muter-muter, bolah balik mencari posisi yang pas. Jangkar yang sudah dibuang ke laut di tarik lagi. Perahu berputar dan ombak besar menghajar sisi perahu membuat air masuk ke dalam.

Setelah selesai dengan horror itu segera telepon Lombok Taxi minta jemput di terminal Bangsal. Kita jalan kaki ke terminal dan Taxi sudah menunggu di sana. Langsung menuju ke Senggigi, malam ini kita menginap di Puri Saron. Perjalanan melewati bukit-bukti sepanjang pantai. Udara di luar panas terik dan matahari menyilaukan mata untungnya kita di taxi ber ac jadi nggak kerasa panasnya.. Pemandangan menuju ke Senggigi bagus. Laut yang bergradasi dari biru tua ke biru muda dan hijau muda, pohon kelapa yang melambai-lambai, pasir putih pantai, perahu-perahu yang sedang melaut kontras dengan sisi kanan jalan. Bukit-bukit yang gersang, tidak ada pohon besar yang ada hanya pohon-pohon kecil dan semak belukar.

Sampailah kami di Hotel, urusan dengan taxi diselesaikan dengan membayar Rp 50.000,- Hotel kita menginap Puri Saron agak di luar kota Senggigi jadi harus naik angkot sebentar ke pusat kota Senggigi. Selesai cek in dan beres-beres kita cari makan siang di Senggigi. Nggak ada warung di Senggigi yang ada café dan restaurant besar. Warung Padang hanya ada 1 dan warung tenda yang buka kalau sudah sore juga hanya ada 1. Kota Senggigi hanya sebaris di jalan raya Senggigi saja. Sepi sekali kalau dibandingkan dengan Kuta, Bali ataupun dengan Gili Terawangan. Saran gua sih… nggak usah mampir di Senggigi, langsung ke Gilis aja.

Setelah makan kita kembali ke hotel, baca buku di kolam renang dan main ke pantai. Menjelang sore kita menuju ke Pura Batu Bolong. Sumbangan sukarela di pintu masuk pura. Sebenarnya matahari tenggelam bisa dinikmati dari pantai mana saja di Senggigi. Di pinggir jalan yang menghadap ke laut banyak tukang jualan jagung bakar dengan bangku yang dihadapkan ke laut.

Image hosted by Photobucket.com
Pura Batu Bolong menjelang sun set


Kebetulan sedang ada upacara agama di Pura sehingga kita nggak bisa naik ke Pura, sunset kita nikmati dari bale bengong yang ada di depan pura. Sayang kali ini tertutup awan dan Gunung Agung tidak kelihatan.
Transportasi di Senggigi bisa naik angkot yang melayani trayek dari terminal Mandalika ke Senggigi ujung (Holiday Inn) kalo hanya di sekitaran Senggigi bayar per orang hanya sekitar Rp 2.000,- saja atau dengan taxi.


0 Comments:

Post a Comment

<< Home